Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Kamis, 14 November 2013 | 09.18

Harian Kompas  |  Kompas TV

Kamis, 14 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

09.18 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Rabu, 13 November 2013 | 09.18

Harian Kompas  |  Kompas TV

Rabu, 13 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

09.18 | 0 komentar | Read More

Berang-berang, \"Bertampang\" Lucu, tetapi Kejam secara Seksual

Written By Unknown on Jumat, 01 November 2013 | 09.18


KOMPAS.com
 — Berang-berang laut (Enhydra lutris) kadang dianggap sebagai fauna yang mampu menunjukkan kemesraan, berpegangan erat dengan pasangannya kala tidur agar tak terpisah.

Namun, di sisi lain, berang-berang laut juga hewan yang kejam, tega memerkosa bayi anjing laut sampai mati.

I Fucking Love Science, Selasa (22/10/2013), mengungkap, saat makanan terbatas, berang-berang laut jantan akan menyandera bayi anjing laut hingga induknya memberi makan kepadanya.

Berang-berang laut jantan juga akan mengunci bayi anjing laut, menungganginya seolah-olah sedang mengawini betina dewasa.

Yang juga sangat menyedihkan, bagian dari proses perkawinan itu adalah menenggelamkan kepala ke dalam air, yang akan menewaskan bayi-bayi anjing laut.

Selama lebih dari satu setengah jam, berang-berang laut jantan akan menenggelamkan kepala bayi anjing laut, memerkosanya hingga mati.

Kadang, walaupun bayi anjing laut telah mati, berang-berang laut kadang masih akan tetap mengawininya hingga tujuh hari setelahnya.

Fenomena berang-berang laut yang memerkosa bayi anjing laut pernah dilaporkan oleh Heather Harris dari California Department of Fish and Game di jurnal Aquatic Mammals.

Harris mengungkapkan bahwa perilaku berang-berang laut jantan saat memerkosa bayi anjing laut sama dengan perilaku ketika mengawini betina spesies sendiri.

Berang-berang jantan akan mulai menggigit betina sebelum mengawini. Tak jarang, perkawinan berbuah kematian betina.

Fenomena itu terjadi karena berang-berang adalah makhluk polygynous. Satu pejantan punya banyak betina, tetapi satu betina hanya punya satu pejantan.

Karena hal itu, ada pejantan-pejantan yang tersisih. Karena kematian berang-berang yang tergolong tinggi, ada lebih banyak pejantan yang tak punya kesempatan kawin.

Hal itu yang menyebabkan beberapa pejantan sangat agresif saat punya kesempatan kawin. Sementara pejantan lain yang tetap tak punya kesempatan melampiaskannya pada bayi anjing laut.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Ada \"Missing Link\" antara Simpanse dan Manusia Modern


KOMPAS.com — "Pertanyaan akan asal-usul manusia selalu menjadi debat yang menarik," ujar Herawati Sudoyo, Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jakarta.

Herawati menyampaikan hal itu di hadapan peserta yang hadir dalam seminar Human Evolution and Archaic Admixture, di Lembaga Eijkman, pada Selasa (29/10/2013), untuk menyimak presentasi Richard Edward Green, seorang peneliti asal Department of Biomolecular Engineering, University of California-Santa Cruz, mengenai penemuan terkini dan rencana kolaborasi penelitian lanjutan dengan Lembaga Eijkman.

Bersama 56 peneliti lain dari 21 institusi, ia merunut jejak leluhur manusia modern (Homo sapiens) berdasarkan genetika. Benarkah ada keterkaitan antara manusia modern yang hidup pada masa kini dan manusia prasejarah Homo neanderthalensis?

"Memahami evolusi manusia tak sederhana. Jikalau menilik, melacak balik ke garis keturunan, manusia prasejarah Neandertal merupakan kerabat terdekat kita Homo sapiens," papar Green.

Menurut Green, ada missing link untuk melihat relasi antara simpanse (yang dikatakan kerabat terdekat manusia yang masih eksis hingga sekarang) dan spesies manusia modern. Ini menjadi sulit diterangkan sebab tidak sedikit spesies yang sudah punah. "Tapi, yang secara luas ahli-ahli sepakati, kerabat terdekat manusia—yang telah mengalami kepunahan—adalah Neandertal," kata asisten profesor yang mendalami bidang populasi dan demografi ini.

Karena itu, DNA dari fosil-fosil Neandertal lebih dekat untuk digunakan membantu mereka mengidentifikasi keunikan-keunikan manusia modern ketimbang dari DNA simpanse.

Selama dua dekade terakhir, metode pengambilan DNA purbakala pun telah berkembang maju. Perkembangan ilmu biologi molekuler di bidang teknologi terapan sekuensing DNA sudah bisa makin memudahkan penelitian. Melalui teknologi mutakhir yang disebut direct high-throughput sequencing, didapat data genomik fosil tulang Neandertal.

Ia mengungkapkan, "Kami menganalisis fosil yang ditemukan di Vindija, Kroasia. Dari total 21 tulang Neandertal, hasilnya ada DNA primata walau dalam persentase kecil 3,5 persen, tetapi sebagian besar sampel DNA memang merupakan mikroorganisme, jelas karena terkubur lama dalam goa."

Bukti kedua ialah fosil yang ditemukan di Goa Denisova, Pegunungan Althai, Siberia. Populasi manusia purba "the Denisovans" ini pun menunjukkan percampuran antara manusia modern dan manusia purba Neandertal.

Lebih kontroversial, belulang the Denisovans menunjukkan terdapat bagian DNA yang punya kemiripan dengan DNA yang ditemukan pada populasi manusia di wilayah di sebelah timur garis Wallacea—Filipina, Flores, Maluku, Papua Niugini, Australia, dan Oseania.

"Ini mengejutkan. Kecocokan hanya ditemukan pada orang-orang yang berada di timur garis Wallacea. Juga memancing pertanyaan baru soal kaitannya dengan Homo floresiensis, manusia purba yang ditemukan di Liang Bua, Flores."

Homo neanderthalensis hidup di Eropa dan sebagian kecil kawasan Asia Barat sebelum lenyap 30.000 tahun silam. Ratusan tahun silam diperkirakan nenek moyang Homo sapiens mulai melakukan migrasi, keluar dari Afrika menuju wilayah Eropa dan Asia, bertemu dan berinteraksi hingga mengalami admixture (percampuran) dengan Neandertal.

Pertanyaan besar lainnya adalah kapan manusia berpisah dari Neandertal dan bermigrasi. Rentang waktu penyebaran ini diyakini juga menentukan saat untuk kedua kelompok saling bertukar gen. Tersisa pula pertanyaan apa yang sesungguhnya menyebabkan Neandertal punah—dari sekian banyak teori dan gagasan?

Ed juga menelaah, guna analisis lebih lanjut, lewat membandingkan susunan gen dari ras dari manusia modern non-Afrika dan Afrika. Perbandingan antara populasi di Perancis, suku Han, dan Papua di luar Afrika, serta suku Yoruba dan San di Afrika, memperlihatkan kontribusi genetik Neandertal sekitar 2-4 persen dapat ditemukan pada gen manusia sekarang non-Afrika atau, secara spesifik, orang Eurasia.

"Selain itu juga, bukti percampuran manusia purba disinyalir pada populasi pigmi di Afrika. Berbagai temuan ini menggambarkan betapa kompleksnya evolusi manusia modern, yang melibatkan sejumlah kejadian percampuran dengan manusia purba," ujar Ed.

Tentunya belum berakhir perjalanan melacak jejak moyang manusia modern. Lantas berapa banyak lagi kepingan yang masih belum terkumpul? Peneliti takkan berhenti melacak dan tidak putus-putusnya mencari bukti penguat.

Ed sendiri mengatakan, ia akan melakukan investigasi lebih mendalam tentang apa yang membuat manusia modern unik. "Karena saya berpikir, pada suatu waktu di masa lalu, kita pernah berbagi Bumi dengan spesies hominin lain, yang mungkin berasal dari leluhur yang sama. Bagaimanakah kita saling berinteraksi?" (Gloria Samantha/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

2,8 Miliar Tahun Lagi, Matahari Akan \"Telan\" Bumi


KOMPAS.com — Studi teranyar mengungkap bahwa akhir kehidupan di Bumi akan datang sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang.

Saat ini, kondisi suhu berada pada tingkat yang nyaman dan mendukung bagi kehidupan di Bumi. Namun, ini tidak akan berlangsung selamanya. Matahari semakin menua dan lama-kelamaan makin memanas.

Dalam kurun waktu sekitar lima miliar tahun, Matahari akan menguras bahan bakar nuklirnya dan membengkak menjadi "raksasa merah"—sebuah bintang besar, tua, dan menyilaukan—dan mungkin akan menelan planet kita. Jauh sebelum mencapai tahap "raksasa merah", semua bentuk kehidupan di muka Bumi akan hangus.

Lalu, kapankah kehidupan di Bumi akan benar-benar sirna? Tim peneliti yang dipimpin oleh Jack O'Malley James, pakar astrobiologi dari University of St Andrews di Skotlandia, berupaya mencari jawabannya.

Mereka menggunakan parameter seperti suhu, kelimpahan air, dan makanan untuk memeriksa kesehatan masa depan biosfer Bumi. Dengan data itu, mereka dapat memetakan bagaimana awal berakhirnya seluruh kehidupan. Tim ini juga menganalisis apakah keberadaan penanda biologis mungkin terlihat, seperti peradaban asing (alien) yang sedang mencari kehidupan. Studi ini akan diterbitkan dalam International Journal of Astrobiology.

Tanaman musnah lebih dulu

Dengan melakukan ramalan cuaca jangka panjang, tim menyatakan bahwa ketika temperatur di Bumi perlahan-lahan mulai meningkat, lebih banyak uap air yang akan terbentuk. Kondisi ini mengakibatkan pelepasan karbon dioksida secara terus-menerus dari atmosfer.

Tanaman mengandalkan karbon dioksida untuk menghasilkan energi melalui proses fotosintesis sehingga hilangnya karbon dioksida secara berkelanjutan akan menjadi berita buruk bagi dedaunan. Studi ini menjadi petunjuk pertama kematian kehidupan di Bumi, yang diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 500 juta tahun mendatang. Ketika itu, spesies tanaman terus berkurang dan akhirnya benar-benar hilang karena terjadi penurunan drastis tingkat karbon dioksida secara global. Hewan-hewan yang mengandalkan tumbuhan sebagai sumber makanannya kemungkinan akan saling memangsa.

"Ketika jumlah tanaman mengalami penurunan, hewan pun akan semakin langka secara simultan dalam kurun waktu miliaran tahun," kata O'Malley James.

Hanya mikroba yang masih bertahan

Sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang, hanya komunitas mikroba yang akan tertinggal untuk mewarisi Bumi. Akan tetapi, kondisi Bumi terus memanas tanpa henti, lautan akan menguap, memicu efek rumah kaca, yang akan mengakibatkan pemanasan planet secara cepat dan berkelanjutan. Pasokan air juga menjadi sangat langka.

"Hanya mikroba yang tangguh yang akan mampu mengatasi hal ini, bahkan sampai mereka tidak bisa lagi bertahan ketika suhu melewati ambang di mana DNA mereka bisa rusak, yaitu sekitar 140 derajat celsius," tambah O'Malley James.

Menelisik potensi kehidupan

Tim berharap temuan ini dapat membantu upaya pencarian kehidupan di luar Bumi, dengan memperluas jumlah tanda-tanda potensi kehidupan yang harus dicari untuk menganalisis atmosfer suatu planet secara lebih rinci. "Mengetahui tanda-tanda kehidupan lain dapat membantu kita dalam mendeteksi kehidupan pada sebuah planet yang mungkin sebelumnya tidak diperhitungkan," kata O'Malley James.

Melihat sisi positif

Studi ini menggambarkan masa depan yang suram bagi planet kita. Namun, O'Malley James dan rekannya berpikir bahwa teori mereka soal rentang waktu kehidupan tergolong konservatif. Masih banyak yang belum diketahui untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam kehidupan di bawah tekanan seperti itu. "Sangat sulit untuk memprediksi apakah evolusi kehidupan dapat mengatasi perubahan lingkungan yang ekstrem pada masa depan," katanya.

Namun, studi ini jelas menunjukkan bahwa kehidupan di Bumi, secara alamiah, cenderung mengalami perubahan. Jika masa lalu bisa dijadikan indikasi, kita dapat mengambil hikmah: Meskipun gejolak lingkungan pernah muncul secara besar-besaran, seperti kepunahan massal, satu hal yang harus kita syukuri adalah hidup belum pernah sepenuhnya padam sejak awal kemunculannya. (Andrew Fazekas/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Tiga Benda Langit Ini Bakal Menjadi \"Hantu\"

Written By Unknown on Kamis, 31 Oktober 2013 | 09.18


KOMPAS.com — Menyambut perayaan Halloween yang jatuh pada 31 Oktober, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) merilis tiga benda langit yang bakal menjadi "hantu". Ketiganya ditangkap melalui teleskop luar angkasa milik NASA, Spitzer.

Ketiga struktur ini disebut sebagai planet nebula yang merupakan materi yang terlempar dari bintang sekarat. Sebagai isyarat kematian, bintang ini terkikis dan tertiup ke luar angkasa. "Kita melihat foto ini sebagai kepekaan terhadap sejarah hilangnya massa bintang dan belajar bagaimana mereka berevolusi selama ini," ujar Joseph Hora dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, Cambridge, AS, yang juga kepala penelitian program observasi Spitzer. Ketiga benda langit tersebut ialah sebagai berikut.

Nebula Exposed Cranium

Planet nebula yang satu ini terletak sekitar 5.000 tahun cahaya di konstelasi Vela. Ia merupakan induk dari bintang sekarat yang secara perlahan kehilangan massanya. Bagian dalam dari nebula ini, yang terlihat seperti bubur dan berwarna merah, terbuat dari gas berion. Sementara cangkang hijau bagian luar lebih dingin, terdiri atas molekul hidrogen yang berpendar.

Nebula Hantu Yupiter

Nebula ini dikenal juga sebagai NGC 3242, terletak 1.400 tahun cahaya di konstelasi Hydra. Pencitraan inframerah dari Spitzer menunjukkan bagian luar yang lebih dingin dari bintang sekarat ini dengan warna merah. Sebagai bukti ia tengah menuju kematian adalah adanya bentuk cincin konsentris di sekitar obyek, yang merupakan dampak dari material yang terlempar secara periodik.

Nebula Halter Kecil

Nebula planet yang ini dikenal sebagai NGC 650 jaraknya sekitar 2.500 tahun cahaya dari Bumi di konstelasi Perseus. Ia memiliki bentuk kupu-kupu karena adanya piringan dari material tipis yang berasal dari bagian kiri bawah ke kanan atas.

Adanya angin kencang meniupkan material dari bintang, juga dari bagian atas dan bawah piringan yang berdebu tersebut. Awan yang nampak hijau-merah di sekitarnya berasal dari molekul hidrogen berpendar. Area berwarna hijau lebih panas daripada bagian yang merah. (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Singa-Harimau Hasil Rekayasa Ganggu Keseimbangan Ekosistem

BOGOR, KOMPAS.com — Tim penyidik Kepolisian Resor Bogor dan Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah I Bogor menemukan simau atau peranakan singa-harimau dipelihara di Vila 99 Bojonghonje, Gununggeulis, Sukaraja, Kabupaten Bogor. Namun, keberadaan peranakan hewan berbeda spesies dengan campur tangan manusia dianggap mengganggu keseimbangan ekosistem dan melabrak sisi kehewanan makhluk hidup.

Demikian diutarakan oleh peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor drh Ligaya Ita Tumbelaka, Rabu (30/10/2013). Di dunia, simau dikenal dengan nama liger atau lion-tiger yang dihasilkan akibat unsur paksaan (rekayasa biologi) oleh manusia. Cara menghasilkan simau antara lain menangkarkan singa jantan dan harimau betina dalam satu kandang sehingga terjadi kawin silang. Cara lain, menyuntikkan sperma singa jantan pada organ reproduksi harimau betina.

"Kemungkinan pembuahan berhasil sebenarnya amat kecil, dari 20 kali percobaan bisa jadi cuma berhasil sekali," kata Ligaya.

Simau berkarakteristik campuran singa dan harimau. Singa tidak suka berenang dan hidup berkelompok. Harimau suka berenang, tetapi hidup sendiri. Secara fisik raut wajah simau berumbai seperti singa. Kulitnya coklat, tetapi ada motif loreng harimau. Simau suka berenang dan senang berkelompok.

Ukuran simau bisa dua kali lipat dibandingkan dengan kedua induk. Namun, usia hidup simau cuma separuh usia hidup kedua induk. Rata-rata simau hanya bisa hidup sampai 25 tahun.

Agak berbeda dari simau ialah tigon (tiger-lion) atau mausi (harimau-singa) yang dihasilkan dalam kawin silang antara harimau jantan dan singa betina. Mausi berkecenderungan mengalami kekerdilan atau lebih kecil dari induk karena mewarisi gen penghambat pertumbuhan yang terdapat dalam singa betina. Usia hidup mausi juga separuh dari usia hidup induk.

Karena merupakan hasil kawin silang, ada sifat yang tidak diturunkan induk kepada anak simau maupun mausi, yakni sifat alami berburu. Simau dan mausi cenderung manja dan tidak berkemampuan berburu. Bila dilepas ke alam, simau dan mausi diyakini tidak akan bertahan hidup dengan baik.

Pembina Forum Konservasi Satwaliar Indonesia Toni Sumampau mengatakan, dari aspek konservasi, kawin silang beda spesies harus dipertimbangkan lagi. "Karena mengganggu keseimbangan ekosistem," katanya.

Toni mengatakan, pada 2007, di Bali pernah dibuat percobaan kawin silang dan menghasilkan lima simau. Satwa kemudian dipelihara sebagai bahan pembelajaran bagi manusia bagaimana hewan hasil kawin silang tidak memiliki karakter alami seperti dalam rantai makanan. Singa dan harimau merupakan hewan pemangsa atau pemburu, tetapi simau dan mausi kehilangan watak itu.

Selain simau, di Vila 99 Bogor, penyidik menemukan enam jenis satwa liar dilindungi, yakni satu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), satu owa jawa (Hylobates moloch), satu lutung (Trachypithecus obscurus), dua siamang (Symphalangus syndactylus), tiga merak hijau atau merak jawa (Pavo muticus), dan empat rusa timor (Cervus timorensis).

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat Joko Prihatno menyatakan, enam jenis satwa liar itu diduga dimiliki oleh pemilik Vila 99 yang ialah pengusaha berinisial JW. "Tidak jelas dokumennya sehingga disita dan dipindahkan untuk dititipkan dan dirawat di lembaga konservasi," katanya.

Pemindahan dari dalam kompleks vila mewah seluas 5.000 meter persegi ke gerbang berlangsung tertutup. Hal itu dikarenakan vila mewah tersebut menjadi tempat kejadian perkara pembunuhan, Kamis (24/10/2013). Pelaku ialah penjaga berinisial SP (31), asal Tegal, Jawa Tengah, sedangkan korban ialah Eneng Tina Haryani (33), ibu dua anak di Bandung, Jawa Barat. SP yang tertangkap saat pemeriksaan menyatakan juga bertugas memberi pakan satwa peliharaan antara lain harimau dan anjing.

Untuk memindahkan satwa liar yang buas, yakni harimau sumatera, tim terpaksa membius terlebih dahulu. Pembiusan dengan teknik menyumpit. Pemindahan didampingi oleh tim di luar penyidik yakni dokter hewan dan penggiat konservasi satwa liar.

Editor : Laksono Hari Wiwoho


09.18 | 0 komentar | Read More

Penemu Aplikasi Matematika untuk Pengobatan Kanker Terima Penghargaan Sains Australia

CANBERRA, KOMPAS.com — Pakar statistik yang meneliti penggunaan matematika dalam pengobatan kanker, Professor Terry Speed, meraih penghargaan Prime Minister's Prize for Science 2013 di Australia, Rabu (30/10/2013) malam. Penghargaan itu dia terima atas sumbangan besarnya menganalisis data sel kanker dalam tubuh manusia tersebut.

Speed adalah spesialis bioinformatika, yang menyebut kepakarannya seperti pekerjaan "menemukan jarum di tumpukan jerami" dalam mengidentifikasi cara terbaik mengobati sel-sel kanker.

"Kita bisa menghentikan operasi yang tidak perlu (bagi penderita kanker). Kita bisa menghentikan kemoterapi yang tidak perlu hanya dengan menganalisis data tentang tumor," jelas Speed.

Menurut Speed, penelitian yang dilakukannya memang bukan untuk menghilangkan kanker melainkan membantu proses pengobatan, diagnosis, dan memperkirakan apa yang akan terjadi bagi seseorang terkait serangan kanker. "Mungkin suatu saat kita bahkan bisa sampai ke tahap mengobatinya sampai sembuh," ujarnya.

Speed menyambut penghargaan yang juga disertai hadiah senilai 300 ribu dollar Australia ini. Dia menyebut penghargaan tersebut sebagai "hari kemenangan matematika", di tengah stigma bahwa matematika adalah pelajaran paling membosankan. "Matematika sama sekali tidak membosankan," tegas dia.

Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott di gedung Parlemen di Canberra. Abbott sebelumnya dikritik karena menghapus Kementerian Sains dari kabinetnya. Keterkejutan atas penghapusan kementerian itu pun masih menyuara di tengah ajang penghargaan tersebut.

Ilmuwan lain yang juga menerima penghargaan, Professor Andrea Morella, menyatakan, keputusan Pemerintahan Koalisi menghapus kementerian sains itu sangat mengejutkan mengingat reputasi Australia di bidang sains. Penerima penghargaan juga, Richard Johnson, berkeyakinan kementerian itu akan dihidupkan kembali kelak.


09.18 | 0 komentar | Read More

Terisolasi Jutaan Tahun, Tiga Spesies Hewan Ditemukan

Written By Unknown on Rabu, 30 Oktober 2013 | 09.18


KOMPAS.com — Ilmuwan menemukan apa yang dideskripsikan sebagai "dunia yang hilang" di wilayah paling utara Queensland, Australia. Mereka menemukan tiga spesies baru hewan bertulang belakang, termasuk spesies katak yang sering kawin di tengah hujan.

Spesies yang ditemukan, dua lainnya adalah tokek berekor daun dan skink berwarna emas, menurut para ilmuwan, telah terisolasi selama jutaan tahun di wilayah pegunungan terpencil di Cape York Peninsula.

Tiga spesies baru itu ditemukan dalam ekspedisi National Geographic pada bulan Maret 2013, dipimpin oleh Conrad Hoskin dari James Cook University dan peneliti Harvard University, serta fotografer National Geographic, Tim Laman.

Ekspedisi itu sendiri dilakukan di wilayah Cape Melville, timur laut Australia, di mana batu granit raksasa sebesar rumah dan mobil berserakan serta menjulang ratusan meter tingginya. Helikopter membawa Hoskin, Laman, dan tim ke wilayah itu.

"Menemukan tiga spesies vertebrata baru cukup mengejutkan di wilayah Papua Niugini yang belum banyak tereksplorasi, tetapi lebih mengejutkan di Australia, wilayah yang kita pikir sudah benar-benar tereksplorasi," kata Hoskin.

Penemuan tiga spesies yang benar-benar tampak berbeda itu akan dipublikasikan di jurnal Zootaxa.

Hoskin menuturkan, spesies yang diunggulkan dalam temuan ini adalah tokek berekor daun, bangsa kadal primitif yang merupakan simbol masa ketika Australia masih merupakan wilayah hutan. Tokek itu bisa tumbuh hingga 20 cm panjangnya.

Tokek itu adalah pemburu pada malam hari dan bersembunyi di balik batu kala siang. Kala malam, tokek itu diam dan menanti serangga dan laba-laba merangkak pada daun atau batu. Tokek itu punya mata besar dan tubuh ramping sebagai adaptasi atas lingkungan yang gelap.

Spesies tokek itu dinamai Saltuarius eximius. Hoskin menyadari kebaruan spesies itu begitu melihatnya.

"Katak berekor daun Cape Melville adalah spesies baru paling aneh yang datang ke meja saya selama 26 tahun bekerja sebagai herpetolog profesional. Saya ragu reptil lain seukuran ini dan seunik ini bisa ditemukan secara cepat di Australia lagi," papar Patrick Couper, kurator reptil dan katak di Museum Queensland.

Skink emas yang ditemukan juga istimewa. Berbeda dengan tokek berekor daun, skink ini bisa ditemukan melompat-lompat pada siang hari di permukaan lumut batuan, mencari serangga. Jenis ini dinamai Saproscincus saltus, berarti hewan yang suka melompat.

Spesies ketiga yang ditemukan adalah katak batu berbintil, bernama Cophixalus petrophilus, berarti pencinta batuan. Katak ini hanya bisa ditemukan di Cape Melville.

Selama musim kering, katak ini hidup di dalam labirin batuan di mana kondisi lingkungannya sejuk dan lembab. Pada musim panas yang basah, katak keluar ke permukaan batuan dan kawin di tengah hujan.

Di Cape Melville, tak ada badan air. Katak harus meletakkan telurnya di celah batuan yang basah. Kecebong berkembang di dalam telur.

"Spesies-spesies ini terdapat terbatas di hujan-hujan di wilayah tinggi dan kawasan batuan Cape Melville. Mereka telah terisolasi selama jutaan tahun, berevolusi menjadi spesies yang berbeda dalam lingkungan berbatu yang unik," ungkap Hoskin.

"Puncak Cape Melville adalah dunia yang hilang. Menemukan spesies ini adalah penemuan sekali seumur hidup," kata Hoskin seperti dikutip CNN, Senin (28/10/2013).

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Nebula Bumerang, Tempat Terdingin di Alam Semesta


KOMPAS.com — Sebuah planet nebula, bernama Nebula Bumerang, merupakan tempat terdingin di alam semesta. Suhu tempat itu -272 derajat Celsius.

Dalam penelitian terbaru menggunakan teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Cile, astronom menguak misteri tentang bentuk nebula planet tersebut.

Tahun 2003, teleskop Hubble pernah mencitrakan Nebula Bumerang. Nebula itu tampak berbentuk menyerupai dasi kupu-kupu yang sisinya tak sama panjang.

Hasil observasi dengan teleskop ALMA menunjukkan bahwa mungkin hasil observasi teleskop Hubble salah.

"Apa yang tampak sebagai dua daun, atau bentuk bumerang, dari pengamatan teleskop di Bumi, sebenarnya merupakan struktur lebih besar yang mengembang cepat ke angkasa," kata Raghvendra Sahai, peneliti pada Jet Propulsion Laboratory NASA.

Nebula Bumerang adalah obyek angkasa yang terletak pada jarak 5.000 tahun cahaya dari Bumi pada konstelasi Centaurus.

Nebula Bumerang merupakan fase awal dari sebuah nebula planet, sebuah obyek yang mencerminkan akhir dari masa kehidupan bintang.

Nebula planet memiliki sebuah pusat yang sejatinya adalah bintang katai putih. Bintang itu mengemisikan radiasi ultraviolet yang menyebabkan gas di sekitarnya berkilau.

Pada 1500 tahun terakhir, hampir 1,5 kali massa Matahari telah hilang dari bintang katai putih di pusat nebula ini karena proses yang disebut bipolar outflow.

Proses bipolar outflow menyebabkan bintang tampak mengembang dan mendinginkan dirinya dalam proses tersebut.

Ilmuwan, seperti diberitakan Daily Mail, Jumat (25/10/2013), mengungkap suhu nebula itu dengan mengobservasi bagaimana obyek menyerap radiasi sinar kosmik.

Selain mengungkap bentuk, ilmuwan juga menemukan bahwa lingkungan sekitar bintang katai putih di nebula itu dikelilingi debu. Ilmuwan juga mengungkap bahwa bagian luar nebula mengalami pemanasan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More
Techie Blogger