Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Ngarai Raksasa Ditemukan di Bawah Lapisan Es Greenland

Written By Unknown on Sabtu, 31 Agustus 2013 | 09.19


KOMPAS.com — Ngarai raksasa ditemukan di bawah lapisan es yang menyelimuti wilayah Greenland.

Ngarai raksasa itu ditemukan secara tak sengaja kala ilmuwan melakukan survei untuk memetakan dasar Greenland menggunakan radar.

Anggota tim British Antartic Survey, misi yang menemukan fitur geografis ini, mengungkapkan bahwa sangat mengagumkan bisa menemukan struktur yang semula tak pernah dilihat.

Ngarai itu panjang, mengular dari wilayah tengah Greenland ke pantai di utara wilayah tersebut. Sebelum es ada di wilayah itu, ngarai ini merupakan bagian dari sungai besar yang mengalir ke Laut Arktik.

Kini, wilayah ngarai itu ditutupi es. Es yang menutupinya begitu tebal, mencapai 3 kilometer. Dengan ketebalan lapisan es tersebut, diketahui bahwa wilayah tengah Greenland sebenarnya jeblok hingga 200 meter di bawah permukaan laut.

Para pakar mengungkapkan, ngarai berperan mengalirkan air yang meleleh ke laut di bagian utara Greenland.

Ngarai ini ditemukan saat para ilmuwan tengah melakukan penyelidikan guna menjawab pertanyaan penting: berapa banyak kontribusi es di Greenland pada kenaikan permukaan air laut bila meleleh?

Para peneliti menggunakan radar yang memancarkan gelombang radio untuk menemukan ngarai tersebut. Ketika menemukan, peneliti sangat terkejut.

"Dengan citra satelit yang sudah ada di smartphone, kita mengasumsikan bahwa seluruh bagian Bumi telah terpetakan, tapi ternyata ada banyak yang belum ditemukan. Kami terkesan dengan penemuan ini. Sungguh, penemuan dengan skala ini adalah sekali seumur hidup," kata David Vaughan dari British Antarctic Survey, seperti dikutip BBC, Kamis (29/8/2013).

"lapisan es Greenland dan Antartika menyembunyikan banyak hal. Sangat mengejutkan menemukan ngarai ini. Greenland bukan tempat yang sangat besar untuk ngarai macam ini. Ngarai yang bertahan dari masa grasial juga merupakan sesuatu yang berarti," tambah Vaughan.

Sebagian ngarai ini mungkin pernah tak tertutup es selama 10.000 tahun. Mungkin ada bakteri di ngarai itu. Belum pernah ada manusia yang melihat ngarai ini. Sementara itu, bila es di ngarai meleleh, konsekuensinya adalah kenaikan permukaan laut hingga 7 meter.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Apakah Sains Membuat Manusia Bermoral?


KOMPAS.com — Tuhan dan agama diyakini mampu memberi tuntutan. Ajaran agama mengajak orang untuk tidak menghakimi orang lain, peduli kepada orang lain, dan tidak membunuh dan mencuri, walau tidak selalu dilakukan oleh yang memercayainya.

Di sisi lain, sains memberi banyak pencerahan, misalnya tentang alam semesta, sebab penyakit, dan sebagainya. Pencerahan dalam sains membantu manusia bersikap. Contoh, tak perlu mendiskriminasi dan menjauhi penderita HIV/AIDS karena toh penyakit itu tak ditularkan dengan mudah tanpa kontak darah.

Sementara itu, Tuhan dan agama diakui berpengaruh terhadap moralitas, bagaimana dengan sains? Apakah memang benar bahwa selain mampu menguak banyak hal di alam dan membantu kehidupan manusia, sains juga membuat manusia lebih bermoral?

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal PLoS ONE, 6 Maret 2013 lalu, tim ilmuwan dari University of California Santa Barbara yang dipimpin oleh C Ma-Kellams menyatakan bahwa keyakinan pada sains juga memengaruhi moralitas.

Kesimpulan tersebut diambil setelah tim peneliti melakukan empat studi. Pada studi pertama, ilmuwan menyuguhkan sebuah skenario tentang pasangan, John dan Sally, yang berkencan dan terlibat seks non-konsensual, kepada sukarelawan yang terlibat studi.

Ilmuwan meminta sukarelawan untuk menilai perbuatan John. Kemudian, ilmuwan menanyakan seberapa percaya sukarelawan terhadap sains. Keyakinan sukarelawan terhadap sains dinilai dari skala angka 1 hingga 7.

Dalam studi kedua, ilmuwan meminta membaca skema dalam studi pertama dan memberi judgement lagi. Sementara dalam studi ketiga, ilmuwan menanyakan niat sukarelawan untuk mendonorkan darah, menyumbang, serta melakukan perbuatan sosial lainnya.

Terakhir, dalam studi keempat, ilmuwan menyuguhkan sebuah permainan ekonomi. Sukarelawan diberi uang 5 dollar AS dan diminta membagi antara dirinya dengan orang lain. Dalam akhir permainan, uang itu diberikan sebagai hadiah.

Untuk studi kedua hingga keempat, ilmuwan membagi sukarelawan dalam dua grup, kontrol dan sains. Sebelum menjadi sukarelawan dalam studi itu, ilmuwan "memengaruhi" pikiran masing-masing grup. Untuk grup sains, ilmuwan memperkenalkan beberapa kata terkait sains, seperti laboratorium, hipotesis, dan teori.

Dalam seluruh studi, terungkap bahwa jender tidak memberi pengaruh. Namun, derajat keyakinan terhadap sains berkorelasi secara positif dengan moralitas yang diukur berdasarkan parameter yang diujikan, seperti judgement dan niat berbuat sosial.

Terungkap bahwa bahkan hanya berpikir tentang sains saja mampu memengaruhi moralitas dan tindakan seseorang. Di sini, dibuktikan bahwa sains tidak hanya bisa memberi pengetahuan tetapi juga mampu memengaruhi sikap seseorang.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

5 Hewan dengan Kemampuan Regenerasi Mengagumkan


KOMPAS.com — Hewan dapat saja kehilangan anggota tubuhnya, tetapi beberapa spesies mampu meregenerasi bagian tubuh tersebut. Saking mudahnya hewan-hewan ini meregenerasi, tidak jarang spesies tersebut dijuluki ahli regenerasi, kemampuan inilah yang tak dapat ditandingi oleh manusia.

Axolotl (salamander meksiko)

Sekilas mungkin Anda pernah melihat hewan ini, tapi memang namanya belum terlalu populer. Axolotl merupakan hewan pekerja keras, ia mampu meregenerasi anggota tubuh yang hilang mulai dari ekor, otak, jantung, hingga rahang bawah. Kemampuan regnerasi axolotl menjadikannya subyek penelitian favorit bagi para ilmuwan.

James Monaghan, seorang ahli biologi di Boston Northeastern University, mengungkapkan, jika axolotl mengalami kelumpuhan di bagian belakang, mereka dapat mengembalikan fungsi kakinya.

"Mereka mampu menciptakan seluruh neuron baru dan penghubung baru yang memungkinkannya menggunakan kaki mereka kembali. Ini benar-benar salah satu contoh pemulihan yang sangat luar biasa," kata Monaghan.

Rusa

Seekor rusa dapat membuang kemudian menumbuhkan kembali tanduk mereka dengan besar dan teratur. "Tanduk yang dapat tumbuh kembali merupakan salah satu regenarasi yang paling ekstrem," jelas Monaghan. Rusa dapat menumbuhkan kembali tanduknya yang seberat 27 kilogram dalam kurun waktu tiga bulan saja.

Monaghan menjelaskan bahwa mamalia memilki kemampuan regenerasi yang lebih baik dari apa yang kita kira sebelumnya. Contoh lainnya terjadi pada kelinci yang dapat meregenerasi cuping teliganya, kelelawar yang dapat meregenerasi bagian sayap mereka, tikus berduri dengan cepat meregenerasi kulit dan memperbarui lubang di telinga mereka.

Sea squirt (Tunicate)

Sea squirt atau tunicate bereproduksi dengan dua cara, jenis soliter bereproduksi secara seksual dan jenis sea squirts kolonial bereproduksi dengan cara aseksual dengan membangun tunas satu sama lain.

Otto Guedelhoefer, seorang peneliti di University of California, Santa Barbara, menjelaskan bahwa anggota dari jenis koloni berbagi sistem peredaran darah dan mampu meregenerasi seluruh tubuh mereka. Tim penelitian internasional baru-baru ini mengurutkan genom dari tunicate dan menemukan bahwa 77 persen dari gen manusia hadir. Ini jelas memberikan harapan untuk mengembangkan obat-obatan regeneratif bagi masyarakat.

Bintang laut

Makhluk berkaki lima juga memiliki kemampuan untuk meregenerasi lengan mereka bahkan terkadang mampu meregenarasi seluruh tubuh mereka.

Hebatnya lagi, jika bintang laut tersebut hanya memiliki satu lengan sekalipun, selama masih memiliki cincin saraf pusat yang masih utuh, maka dapat tumbuh kembali menjadi bintang laut yang sama sekali baru.

Cacing pipih

Jika Anda memotong cacing menjadi dua bagian bukanlah kematian yang ia dapat, malahan justru ia berkembang menjadi dua ekor cacing." Itulah yang menarik," kata Monaghan. Tahun ini, peneliti dari Max Planck Institute of Molecular Cell Biology and Genetics di Jerman menemukan molekul pada cacing pipih yang memungkinkannya untuk mengembangkan kepala baru. (Liz Langley/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Hiu \"Berjalan\" Jenis Baru Ditemukan di Halmahera

Written By Unknown on Jumat, 30 Agustus 2013 | 09.19


JAKARTA, KOMPAS.com
— Harta karun laut dari kawasan Segi Tiga Terumbu Karang kembali diungkap, kali ini di wilayah Halmahera. Ilmuwan mengonfirmasi keberadaan spesies baru hiu berjalan di wilayah tersebut yang kemudian dinamai Hemiscyllum halmahera.

Kisah penemuan hiu berjalan itu cukup panjang, bermula dari foto yang diambil oleh penyelam asal Inggris, Graham Abbott, di perairan selatan Halmahera pada tahun 2007.

Abbot mengirim foto jepretannya kepada Conservation International (CI) untuk menanyakan apakah foto menunjukkan spesies hiu berjalan sama dengan yang ditemukan di Kaimana dan Cendrawasih, yang baru saja ditemukan saat itu.

Dari foto itu, ilmuwan di CI menyadari adanya perbedaan. Tahun 2008, bekerja sama dengan pemerintah provinsi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Khairun, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan The Nature Conservancy (TNC), CI melakukan survei potensi konservasi kelautan dan pariwisata bahari di Halmahera, di mana hiu berjalan ini dapat difoto lagi, tetapi spesimennya belum berhasil dikoleksi.

Baru pada tahun 2012, dua spesimen hiu tersebut berhasil dikoleksi. Penelitian berdasarkan spesimen itu akhirnya berhasil mengungkap kebaruan spesies hiu berjalan di Halmahera itu. Secara resmi, hiu berjalan Halmahera diumumkan sebagai spesies baru lewat publikasi di Journal of Ichtyology yang terbit pada Juli 2013.

"Perbedaan signifikan spesies hiu berjalan ini adalah pada pola warnanya, utamanya adanya sepasang bintik di bagian bawah kepalanya, sementara bintik-bintik yang ada di bawah kepala lainnya membentuk pola menyerupai huruf U," kata Mark Erdmann dari CI, yang juga terlibat dalam identifikasi.

Pakar hiu dari LIPI, Fahmi, yang sedang melakukan penelitian tentang genus Hemiscyllium, mengungkapkan bahwa penemuan ini semakin menggarisbawahi keragaman hiu di perairan Indonesia timur.

"Ini merupakan spesies hiu berjalan ketiga yang dideskripsikan dari Indonesia timur dalam enam tahun terakhir, yang menunjukkan keanekaragaman elasmobrach di Indonesia," kata Fahmi.

Fahmi mengungkapkan, hiu berjalan merupakan spesies yang hidup di perairan laut dangkal. Dikatakan berjalan karena gerakannya yang mirip dengan gerakan berjalan fauna darat. Kenyataannya, hiu berjalan meliuk dengan menggunakan siripnya. Hiu ini bisa berenang, tetapi hanya mempergunakan kemampuan berenangnya untuk melarikan diri dari predator.

Menurut Fahmi, hiu berjalan memiliki perbedaan dengan hiu yang pada umumnya dikenal manusia. Hiu berjalan jinak. Cara pernapasannya pun berbeda. Golongan hiu ini hanya memakan udang, kepiting, dan hewan-hewan kecil lainnya. Hiu berjalan punya gigi yang membantunya menggerus makanan yang bercangkang.

Hingga kini, baru ada sembilan spesies hiu berjalan yang ditemukan. Enam dari sembilan spesies tersebut ditemukan di wilayah Indonesia, sementara tiga lainnya tersebar terbatas di wilayah Papua Niugini dan utara Australia.

Hiu berjalan yang pertama ditemukan adalah H ocellatum di Australia. Selanjutnya, hiu berjalan ditemukan di Raja Ampat pada tahun 1824 (H freycineti), Australia pada 1843 (H trispeculare), dan Papua Niugini pada 1967 (H hallstromi dan H strahani).

Dalam satu dekade terakhir sebelum temuan kali ini, ditemukan tiga spesies hiu berjalan baru, di Kaimana (H henryi) dan Cendrawasih (H galei) tahun 2008 dan Papua Niugini (H michaeli) tahun 2010.

Fahmi menguraikan, hiu berjalan yang berhabitat di laut dangkal merupakan hiu yang lebih modern dari hiu perenang dan buas yang hidup di laut dalam. "Semakin ke darat maka semakin modern. Jadi, hiu berjalan ini lebih modern dari hiu umumnya," kata Fahmi.

Hiu berjalan merupakan jenis hiu yang relatif baru dikenal. Istilah hiu berjalan sendiri tergolong baru. Dahulu, ilmuwan biasa menyebutnya hiu tokek.

"Karena baru, masih banyak yang belum kita ketahui tentang hiu ini," ungkap Fahmi.

Saat ini, Fahmi dan timnya akan berupaya untuk mengungkap genetikanya, hubungan kekerabatan antar-jenis hiu berjalan, serta proses evolusi yang menciptakannya.

Petunjuk sejarah geologi Halmahera

Erdmann mengatakan, temuan H Halmahera menarik karena mampu menunjukkan kemiripan distribusi hiu berjalan dengan burung cenderawasih dan sejarah geologi Halmahera.

"Penemuan spesies ini menarik karena genus Hemiscyllium sebelumnya hanya ditemukan di Papua dan wilayah utara Australia. Kini, seperti burung cenderawasih, ditemukan pula spesies yang berasal dari Halmahera. Ini menunjukkan betapa dekat hubungan Papua dengan Halmahera."

Hiu berjalan adalah fauna yang memiliki kemampuan gerak yang sangat terbatas. Bahkan, dalam publikasi penemuan ini di Journal of Ichtyology, Juli 2013, Erdmann mengungkapkan bahwa hiu berjalan ini mungkin tidak sanggup mengatasi banyak hambatan di lautan.

Dengan keterbatasan tersebut, pertanyaan tentang keberadaan hiu berjalan di Halmahera muncul. Bagaimana bisa spesies yang semula tersebar hanya di Papua dan Australia bagian utara itu bisa terdapat juga di Halmahera yang berjarak 300 kilometer ke barat?

Publikasi menyebutkan bahwa sangat mungkin spesies H halmahera yang ada kini merupakan keturunan dari moyangnya yang hidup di salah satu fragmen wilayah Halmahera yang dulu masih berdekatan dengan Papua.

Salah satu teori mengungkapkan, ada fragmen wilayah Halmahera dahulu berdekatan dengan Papua. Namun, pada masa Miocene dan Pleistocene, fragmen itu bergerak menjauh ke barat, mencapai wilayahnya kini pada beberapa juta tahun lalu.

Akibat proses tersebut, moyang H halmahera seperti terseret ke wilayahnya sekarang, sedemikian sehingga jenis itu terus berkembang dan bisa eksis di perairan Halmahera hingga saat ini.

Pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengungkapkan bahwa skenario geologi yang kemudian memengaruhi biodiversitas Halmahera itu "sangat mungkin."

Menurutnya, Halmahera setidaknya dipengaruhi oleh lempeng Filipina dan subduksi ganda yang berada di tengah wilayahnya. Subduksi ganda adalah pertemuan antar dua lempeng yang saling mendorong satu sama lain. Subduksi ganda seperti di Halmahera hanya sedikit di dunia.

Pergerakan fragmen wilayah Halmahera di menjauhi Papua sendiri, kata Irwan, diduga kuat karena aktivitas lempeng Filipina. Kepastian waktu pergerakan itu belum diketahui.

"Kalau saat ini, Halmahera sedang bergerak ke barat," kata Irwan. Secara teoretis, pergerakan itu sangat mungkin memengaruhi keragaman fauna di Halmahera pada masa mendatang.

Rentan dan perlu perlindungan

Selain memiliki gerak yang terbatas, penyebaran spesies baru hiu berjalan ini pun sangat terbatas. H halmahera sendiri hanya bisa ditemui di Halmahera dan Pantai Weda, wilayah selatan Halmahera.

"Karena H halmahera memiliki distribusi yang sangat terbatas maka sudah secara otomatis spesies itu dikategorikan rentan terhadap kepunahan," kata Erdmann lewat surat elektronik kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

"Total populasinya sangat sulit untuk dikatakan, tetapi saya memperkirakan dengan terbatasnya wilayah distribusi, jumlahnya tidak lebih dari 10.000 individu," papar Erdmann.

Memang, saat ini hiu berjalan tidak banyak mendapatkan ancaman seperti hiu lain yang diburu untuk siripnya. Namun, dengan kekhasan dan endemisitasnya, hiu ini layak mendapatkan perlindungan khusus.

Perlindungan spesies hiu berjalan tidak hanya memberikan manfaat bagi eksistensi spesies itu sendiri. Bak harta karun yang bila ditemukan akan memperkaya pemiliknya, demikian pula halnya dengan hiu berjalan di Halmahera ini.

Perilaku hiu berjalan meliuk dengan siripnya selama ini banyak menarik perhatian penyelam. Bila dipelihara kelestariannya, Pemerintah Provinsi Maluku bisa memanfaatkan spesies H halmahera sebagai aset pariwisata bawah laut. Paket wisata seperti walking shark sighting bisa dijual.

Agus Dermawan, Direktur Direktorat Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, selama ini terbukti bahwa harta karun laut seperti hiu dan manta memiliki nilai ekonomi besar bila dipelihara kelestariannya.

Hiu yang dibiarkan hidup menjadi obyek wisata bahari memberi sumbangan devisa Rp 300 juta hingga Rp 1,8 miliar per tahun. Sementara bila dibunuh untuk mendapatkan siripnya, nilainya hanya Rp 1,3 juta per ekor.

Sementara, ungkap Agus, bila dibiarkan hidup, manta dapat memiliki nilai hingga 1,9 juta dollar AS untuk perekonomian kita sepanjang hidupnya, dibandingkan dengan nilai jual dari daging dan insangnya yang hanya bernilai 40–200 dollar AS.

Agus mengungkapkan, banyak spesies hiu, manta, serta jenis ikan lain di perairan Indonesia timur terancam oleh praktik perikanan yang tak ramah lingkungan, seperti pengeboman ikan dan penangkapan sirip hiu untuk mendapatkan siripnya.

Direktur CI, Ketut Sarjana Putra, mengatakan, "Hiu berjalan baru dari Halmahera dapat menjadi duta sempurna untuk menarik perhatian publik pada kenyataan bahwa kebanyakan hiu tidak berbahaya bagi manusia dan layak mendapat perhatian konservasi pada saat populasi hiu-hiu ini sangat terancam oleh penangkapan berlebih."

Kawasan Maluku dan Papua adalah surga biodiversitas. Namun, biodiversitas itu kini menghadapi ancaman, tidak hanya oleh aktivitas di laut, tetapi juga di daratan, seperti sampah plastik dan program reklamasi pantai.

Hiu halmahera, si harta laut yang langka, bisa menyejahterakan atau hilang sia-sia. Semua tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Satu hal yang perlu diingat pula, belum semua harta karun laut timur Indonesia yang terungkap. Bila hiu Halmahera ini sampai hilang, maka boleh jadi Indonesia juga kehilangan harta lainnya yang belum diketahui.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Akhir 2013, China Bakal Mendarat di Bulan


KOMPAS.com — China akan mengirimkan roket untuk mendarat di Bulan pada akhir tahun 2013. Rencana tersebut diungkapkan oleh State Administration of Science, Technology and Industry for National Defence, China.

Menurut informasi yang dipublikasikan kantor berita Xinhua, perencanaan dan konstruksi Chang'e-3, sebuah misi dengan pesawat tak berawak, telah selesai. Secara resmi proyek tersebut kini sudah memasuki "fase implementasi peluncuran".

Kantor berita tersebut melaporkan, Chang'e-3 akan diluncurkan pada akhir tahun ini, seraya mengungkapkan bahwa mereka akan melihat pesawat pengorbit milik China mendarat di Bulan untuk pertama kalinya, setelah menggunakan teknik yang masih dirahasiakan untuk memperlambat kecepatan pesawat tersebut.

Dalam mitologi China, Chang'e merupakan seorang wanita yang tinggal di sebuah istana di Bulan. Program antariksa China sendiri dioperasikan oleh angkatan bersenjata setempat.

Oleh Beijing, program ruang angkasa bernilai miliaran dollar tersebut dilihat sebagai tonggak bagi meningkatnya status China di percaturan global, bukti kemampuan teknis, dan keberhasilan partai komunis mengubah nasib negeri yang sebelumnya terbelit kemiskinan.

Gaung dari proyek luar angkasa ini sendiri sangat digencarkan di dalam negeri. Juni lalu, Presiden Xi Jinping sendiri menghadiri peluncuran Shenzhou-10, misi antariksa pertama China yang mengirimkan manusia ke luar angkasa.

Sejauh ini, kemampuan China dalam teknologi antariksa memang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Rusia. Meski demikian, negeri itu menargetkan pembangunan stasiun ruang angkasa yang mengelilingi Bumi pada tahun 2020 mendatang dan mengirimkan manusia ke Bulan sebagai target berikutnya.

Manusia yang kali terakhir berjalan di satelit alami Planet Bumi tersebut adalah Eugene Cernan, komandan pesawat ulang alik Apollo 17, pada tahun 1972. (Abiyu Pradipa/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Adakah Proses yang Berlawanan dengan Big Bang?


JAKARTA, KOMPAS.com - Teori yang paling populer tentang penciptaan alam semesta adalah Dentuman Besar alias Big Bang. Dari proses itu, semesta tercipta dan mengembang.

Satu pertanyaan menggelitik kemudian. Adakah proses yang berlawanan dengan Big Bang tersebut? Situs astronomi Langitselatan menguraikan bahwa memang ada proses yang berlawanan dengan Big Bang, bernama Big Crunch? Seperti apa Big Crunch dan bagaimana prosesnya? Berikut uraiannya.

The Big Crunch adalah salah satu skenario akhir alam semesta. Kita tahu alam semesta saat ini diamati mengalami pemuaian ruang. Kita juga bisa menghitung laju seberapa cepat alam semesta memuai dan ini dinyatakan dalam besarnya konstanta Hubble.

Dengan mengetahui seberapa cepat alam semesta memuai, kita dapat menghitung seberapa besar gaya gravitasi yang dibutuhkan objek-objek alam semesta untuk dapat menghentikan pemuaian alam semesta. Gaya gravitasi total objek-objek di alam semesta bergantung pada kepadatan alam semesta, dan kepadatan yang dibutuhkan untuk menghentikan pemuaian alam semesta disebut kepadatan kritis dan dinyatakan dengan simbol ?c.


Apabila kepadatan alam semesta lebih besar dari kepadatan kritis, maka artinya gaya gravitasi alam semesta cukup besar untuk dapat menghentikan pemuaian alam semesta. Alam semesta akan runtuh dan menciut hingga akhirnya berkumpul di satu titik. Titik inilah yang dinamakan Big Crunch.

Alternatif lain (Gambar 1) juga dapat diperkirakan. Apabila kepadatan alam semesta sama dengan kepadatan kritis, maka gaya gravitasi alam semesta mampu menghentikan pemuaian alam semesta namun alam semesta akan terus menerus mengembang dengan kecepatan yang semakin lambat. Bila kepadatan alam semesta lebih kecil dari kepadatan kritis, maka alam semesta kita akan terus mengembang dipercepat.

Hasil pengamatan satelit WMAP menyimpulkan bahwa kepadatan alam semesta memang mendekati kepadatan kritis, namun nampaknya alam semesta mengembang dipercepat

Seandainya Big Crunch memang akan terjadi, ada berbagai teori yang mengijinkan terjadinya Big Bang setelah terjadinya Big Crunch. Artinya Big Bang yang merupakan awal kelahiran sebuah alam semesta juga sekaligus adalah akhir dari alam semesta sebelumnya (Gambar 2).

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Peleburan Pikiran ala \"Star Trek\" Menjadi Kenyataan

Written By Unknown on Kamis, 29 Agustus 2013 | 09.18


KOMPAS.com — Ingat serial TV atau film Star Trek? Dalam salah satu sinema fiksi ilmiah terbaik itu, Spock, salah satu tokohnya, mendemonstrasikan mind meld atau peleburan pikiran. Lewat peleburan pikiran, Spock berbagi pemikiran, pengalaman, dan ingatan, tanpa kontak.

Selama bertahun-tahun, manusia menganggap bahwa peleburan pikiran tersebut hanya fantasi belaka. Namun, riset terbaru oleh peneliti dari University of Washington menunjukkan bahwa peleburan pikiran tersebut bisa menjadi kenyataan.

Dua peneliti asal University of Washington, Rajesh Rao dan Andrea Stocco, mendemonstrasikan peleburan pikiran antar-manusia untuk pertama kali. Sebelumnya, peleburan pikiran pernah didemonstrasikan antar-tikus serta antara manusia dan tikus.

Dalam eksperimen yang dilakukan pada 12 Agustus 2013 lalu, Rao berhasil mengendalikan pikiran Stocco, tanpa kontak apa pun, tanpa bahasa apa pun, dan dari jarak jauh. Rao berhasil membuat Stocco menjalankan perintah yang tidak terkatakan, tetapi hanya ada di pikiran.

Untuk melakukannya, dua peneliti menggunakan beberapa perangkat, yakni electroenchepalograph (EEG) yang biasa digunakan kalangan kedokteran untuk merekam aktivitas otak, komputer, transcranial magnetic stimulation (TMS) untuk memicu gerakan motorik berdasarkan sinyal yang diterima, serta koneksi internet.


Rao melihat layar komputer dan memainkan video game dalam pikirannya. Di tengah permainan, ia berpikir bahwa ia sedang menembakkan meriam. Ia membayangkan bahwa ia menggerakkan tangan kanannya untuk mengarahkan kursor komputer ke tombol "fire".

Pikiran Rao ini direkam oleh perangkat EEG dan akhirnya diubah oleh komputer. Dengan bantuan koneksi internet, pikiran atau pesan Rao dikirim ke komputer Stocco. Pesan itu lalu diterima perangkat TMS yang dikenakan oleh Stocco.

Segera setelah pesan diterima, Stocco menggerakkan tangan kanannya secara tak sadar, seolah-olah menekan tombol "fire" untuk menembakkan meriam. Gerakan tangan tak sadar Stocco menunjukkan bahwa pengendalian pikiran yang dilakukan Stocco dan Rao berhasil.

Berkomentar tentang keberhasilannya, Rao seperti dikutip Reuters, Selasa (27/8/2013), mengatakan, "Sangat mengagumkan sekaligus ngeri, membayangkan aksi yang ada di pikiran saya diterjemahkan menjadi aksi nyata oleh otak orang lain."

Keberhasilan ini punya beberapa manfaat yang bisa dibayangkan. Misalnya, di masa depan, teknologi ini bisa membantu orang yang mengalami paralisis. Namun, jangan dibayangkan bahwa dengan teknologi ini seseorang bisa mengendalikan pikiran orang lain seenaknya.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Makam Inggris Berkisah tentang Perang Napoleon di Jatinegara


KOMPAS.com — Sebelum Lord Minto bertugas sebagai Gubernur Jenderal pada 1807 di India, sejatinya dia telah berencana untuk mengurangi kendali Perancis atas pulau Mauritius, Bourbon, dan Jawa.

Pada 1810, Belanda takluk atas Perancis sehingga seluruh daerah kekuasaannya dicaplok Perancis, termasuk Jawa. Napoleon Bonaparte menunjuk seorang Belanda bernama Jenderal Jan Willem Janssens sebagai Gubernur Jenderal di Jawa yang menggantikan Herman Willem Daendels.

Sementara itu, Inggris berusaha melanjutkan peperangannya terhadap Perancis. Perang Inggris-Perancis boleh dikatakan sebagai perseteruan bebuyutan sejak awal milenium kedua silam. Panggung Perang Napoleon di Eropa pun menjalar hingga ke Jawa.

Apa yang dibayangkan Minto terlaksana. Sebuah ekspedisi militer Inggris bergerak melintasi Samudra Hindia menuju Jawa pada pertengahan 1811. Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Samuel Auchmuty, seorang Amerika yang pernah membantu Inggris dalam Perang Kemerdekaan Amerika.

Hampir 12.000 tentara dan 100 kapal, termasuk 4 kapal perang, 14 kapal pengawal, 7 kapal penjaga, dan 8 kapal penjelajah East Indian Company berada dalam konvoi laut militer Inggris tersebut. Kelak sejarah mencatatnya sebagai ekspedisi militer terbesar sebelum Perang Dunia Kedua!

Mereka membuang sauh di Teluk Batavia pada pukul dua siang di hari Minggu, 4 Agustus 1811. Kemudian para serdadu Inggris berjejak di Cilincing, daerah rawa di pesisir Batavia. Tiga hari kemudian mereka berhasil menyeberangi Sungai Ancol, dan bergerak dalam senyap menuju Kota Batavia.     

Pengepungan dan penyerangan Balaikota Batavia dilakukan pada pukul sebelas malam. Serdadu Inggris tidak mengalami kesulitan memasuki kota ini lantaran tembok yang mengelilingi kota ini telah dirobohkan oleh Daendels pada 1808-1810. Pusat kota yang tadinya dalam pelukan Perancis pun jatuh dengan mudah dalam cengkeraman Inggris.

Sebelum azan subuh berkumandang pada 10 Agustus 1811, serdadu Inggris telah bergerak menyusuri pinggiran kanal Molenvliet—kini Jalan Hayam Wuruk dan Gajah Mada—menuju sebuah kawasan barak-barak militer di Weltevreden—kini seputar Lapangan Banteng. "Bangunan rumah sepanjang jalanan yang kami lalui umumnya mewah," demikian kenang Mayor Brigade William Thorn dalam bukunya, Memoir of the Conquest of Java yang terbit pada 1815.

Pertempuran Weltevreden yang bergolak saat terbitnya matahari itu berlangsung sekitar dua jam. Thorn yang kala itu turut terluka di bagian kepalanya mencatat bahwa jumlah serdadu Inggris yang terluka, tewas, dan hilang sebanyak 99 orang, plus tiga kuda tewas.

Ekspansi militer Lord Minto berlanjut menyisir Kwitang, Kramat, dan Salemba menuju Meester Cornelis, sebuah kamp militer serdadu Napoleon dengan pertahanan benteng di pinggir Ciliwung. Kini, benteng itu telah lenyap. Lokasinya di sekitar Pasar Jatinegara.

Pertempuran kadang berhenti dalam sehari, yang digunakan untuk korespondensi perundingan dengan Gubernur Jenderal Janssens seputar pertukaran tawanan perang pada pertempuran 10 Agustus di Weltevreden.

Meskipun dalam kekalutan perang, pasukan Perancis tidak melupakan pemimpin tertinggi mereka. Thorn mencatat, "Pada 15 Agustus, hari ulang tahun Bonaparte dirayakan dengan dentuman meriam dari sejumlah pos pertahanan mereka, yang sebelumnya ditarik keluar dan diinspeksi oleh Jenderal Janssens."

Thorn juga mendeskripsikan pertempuran itu dengan dramatis. "Sejumlah peluru dan roket ditembakkan. Kemudian ledakan hebat disusul abu kuning kehijauan, asap, dan berbagai pecahan berhamburan di depan kami bagai gunung api, yang membuat tuli sekeliling, baik kami maupun musuh." Dia lalu menambahkan, "Bencana ini dibarengi dengan keheningan yang mengerikan untuk beberapa saat."  

Tampaknya serdadu Inggris harus menghadapi pertempuran sengit dengan musuh bebuyutannya di Cornelis. Setidaknya mereka harus mati-matian merebut benteng itu selama 17 hari! Bagi pihak Inggris, pertempuran selama itu telah mengakibatkan korban luka, tewas, dan hilang sebanyak 736 serdadu Eropa dan 153 serdadu India.

Pertempuran demi pertempuran terus berlanjut yang berakhir dengan menyerahnya Janssen di Tuntang, dekat Kota Salatiga, pada 16 September 1811. Bendera Inggris pun berkibar di benteng-benteng seantero Jawa.

Pertempuran Meester Cornelis meninggalkan sebuah kenangan toponimi di sekitar Jatinegara. Konon, di sebuah kawasan yang dulunya banyak mayat korban pertempuran serdadu Inggris dan Perancis itu, warga menjulukinya dengan Rawa Bangke. Nama kampung itu masih tercetak dalam peta Batavia 1930-an. Kini, kampung tersebut berubah nama menjadi Rawa Bunga.  

Dari serdadu-serdadu yang terluka pada Pertempuran Meester Cornelis 26 Agustus 1811, Thorn mencatat nama seorang rekannya, "Lieutenant-Colonel Campbell". Serdadu malang itu akhirnya tewas dua hari kemudian dan dimakamkan di sebuah lahan di dekat Pasar Baru.

Beberapa tahun kemudian, di pusaranya terdapat sebongkah batu nisan dengan ukiran penanda. Janda Campbell mengekspresikan perasaannya pada nisan itu, "Here lie the Remains of lieutenant-colonel WILLIAM CAMPBELL of His Britannic Majesty's 78th regt. Who died on 28th of Augs. 1811, of wounds received on the 26th of that month, while bravely leading on his Regt. To attack the strongly fortified Lines of Cornelis defended by a gallant enemy. To him who living was beloved by all for his gentle manners and his many virtues who in Death merited and received the applause of his country to him the companion of many years and the father of his children, this frail memorial of unperishing reward is erected by his afflicted widow."

Kemudian makamnya menjadi bagian halaman gedung Kantor Pos Besar di Pasar Baru. Sekitar seratus tahun setelah Perang Napoleon di Meester Cornelis, makam Campbell tetap tidak tergusur. Namun, ada seseorang yang iba karena makam kolonel malang itu sudah beralih fungsi sebagai papan cuci. Akhirnya, pada November 1913, nisan dan sisa jasadnya dipindahkan ke halaman Gereja Anglikan di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Kerangka Manusia Prasejarah Kembali Ditemukan di Goa Kidang


BLORA, KOMPAS.com
— Tim Okupasi Goa Kidang Balai Arkeologi Yogyakarta menemukan kembali kerangka manusia prasejarah di Goa Kidang, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Dari ketiga temuan itu, tim mempertajam riset tata cara Homo sapiens merawat dan mengubur jenazah di dalam goa karst.

Goa Kidang berada di kawasan karst Pegunungan Kendeng Utara yang berjarak sekitar 35 kilometer dari kota Blora. Goa itu berupa ceruk gunung karst sedalam kira-kira 15 meter dari permukaan tanah bukit karst. Untuk masuk ke dalam goa, harus menuruni jalan setapak.

Ketua Tim Pola Okupasi Goa Kidang Balai Arkeologi Yogyakarta Indah Asikin Nurani, Selasa (27/8/2013), mengatakan, kerangka ketiga ditemukan dalam posisi meringkuk. Saat ini baru terlihat bagian tangan dan punggung.

Tahun lalu, tim menemukan kerangka dalam posisi yang hampir sama pula. Dari hasil uji karbon, ketiga kerangka diperkirakan berusia 7.770-9.600 tahun.

"Mereka menggunakan goa di pegunungan karst, Pegunungan Kendeng Utara, sebagai tempat tinggal. Di tempat itu pula kami menemukan ritual penguburan dan teknologi cara membuat alat bantu berburu dan meramu," kata Indah.

Menurut Indah, ritual penguburan manusia prasejarah Goa Kidang sangat menarik. Mereka mengenal tentang hidup dan mati yang disimbolkan dengan penguburan jenazah yang menghadap ke barat atau posisi matahari terbenam.

Mereka juga mengenal tata cara merawat jenazah. Di sekitar kerangka mereka, tim menemukan remukan batu kapur dan remis cangkang kerang.

"Selain itu, mereka meletakkan jenazah dalam posisi terlipat atau meringkuk, seperti bayi di dalam kandungan," katanya.

Temuan manusia prasejarah itu juga membuka pengetahuan baru tentang kecerdasan manusia prasejarah. Manusia Goa Kidang membuat alat berburu dan meramu dengan teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan temuan jenis Homo sapiens lain.

"Mereka membuat peralatan dari bahan cangkang kerang dan tulang binatang yang dibentuk dan diasah dengan alat batu. Mereka juga membuat mata anak panah yang terbuat dari tulang," kata Indah.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Informasi, dan Komunikasi Kabupaten Blora Suntoyo mengatakan, pemerintah telah menjadikan lokasi temuan sebagai kawasan lindung budaya. Pemerintah dan masyarakat setempat telah diminta menjaga peninggalan prasejarah tersebut.

"Sebelumnya, di Blora banyak ditemukan fosil binatang purba dan manusia prasejarah Homo soloensis. Temuan manusia Goa Kidang diharapkan bisa memperkaya pengetahuan tentang perjalanan manusia purba dan prasejarah," katanya. (HEN/KOMPAS)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Piala \"Ajaib\" Bukti Kemahiran Romawi Kuno dalam Nanoteknologi

Written By Unknown on Rabu, 28 Agustus 2013 | 09.19


KOMPAS.com — Siapa bilang nanoteknologi hanya milik manusia yang hidup pasca-era industri? Sebuah piala yang tersimpan di British Museum membuktikan bahwa Romawi Kuno juga sudah mengenal nanoteknologi.

Piala berbahan gelas tersebut bernama Lycurgus Cup, memiliki hiasan figur Raja Lycurgus dari Thrace, Romawi Kuno. Piala ini menyimpan teka-teki yang baru terpecahkan pada tahun 1990.

Teka-teki pada piala itu adalah kemampuannya berubah warna sesuai dengan arah sumber cahaya yang diterima. Bila cahaya diarahkan dari depan, piala berkilau hijau. Bila cahaya diarahkan dari belakang, piala berkilau merah.

Tahun 1990, terungkap bahwa perbedaan kilau cahaya berdasarkan arah sumber cahaya tersebut disebabkan oleh komponen perak dan emas penyusunnya.

Ilmuwan mengungkap, orang Romawi saat itu menghaluskan partikel emas dan perak hingga berukuran 50 nanometer, lebih kecil dari seperseribu ukuran butiran garam.

Penghalusan emas dan perak tersebut yang merupakan bentuk nanoteknologi dan merupakan kunci mengapa piala bisa berkilau berbeda saat arah sumber cahaya berbeda.

Saat cahaya datang, elektron emas dan peran bergetar. Getaran ini menciptakan warna yang kemudian ditangkap berbeda tergantung posisi pengamat.

Gang Lohgan Liu dari University of Illinois di Urbana-Campaign mengatakan, piala ini memberi inspirasi pada banyak hal, misalnya deteksi penyakit.

"Orang-orang Romawi tahu bagaimana menggunakan partikel nano untuk membuat karya seni yang bagus. Kami mencoba mencari aplikasinya," kata Liu seperti dikutip Smithsonian Magazine edisi September 2013.

Lewat eksperimen, Liu mengetahui bahwa susunan partikel emas dan perak akan bergetar dan mampu memengaruhi perubahan warna bila berinteraksi dengan beragam cairan.

Karena piala tak bisa langsung dipakai untuk percobaan, Liu membuat prototipe alat yang punya susunan sama dengan piala itu. Ia membuatnya dengan piringan plastik yang disemprot dengan partikel nano emas dan perak.

Saat air dan minyak dituang pada alat tersebut, warnanya berubah dan dengan mudah dikenal. Bila air dituang, warnanya akan menjadi hijau. Sementara itu, bila minyak dituang, warnanya menjadi merah.

Prototipe ini 100 kali lebih sensitif untuk mendeteksi kandungan garam pada suatu larutan dibanding sensor yang dipakai saat ini dipakai untuk tujuan sama.

Liu terus mengeksplorasi penggunaan alat ini. Ia membayangkan, di masa depan, deteksi patogen pada ludah dan urine atau deteksi cairan berbahaya bisa dilakukan dengan nanoteknologi.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Menciptakan Aurora di Dalam \"Botol\"


KOMPAS.com - Aurora biasanya hanya bisa disaksikan di wilayah lintang tinggi Bumi saja. Namun, aurora kini mungkin bisa disaksikan siapa saja di wilayah mana saja. Ilmuwan berhasil menciptakan aurora di dalam sebuah botol.

Guillaume Gronof dan Sam Walker dari Letourneau University di Texas, menembakkan partikel bermuatan ke medan magnet di dalam botol. Hasilnya, mereka berhasil menciptakan aurora, tiruan akan apa yang terjadi di ketinggian 80 kilometer di atas permukaan Bumi.

Gronof dan walker tepatnya menciptakan aurora dalam alat serupa botol bernama Planeterrella. Di dunia, ada sepuluh Planeterrella. Salah satu Planeterrella ada di Langley Research Center di Virginia, yang dipakai oleh Gronof dan walker.

Planeterrella terdiri dari tiga bagian, bola yang melambangkan planet, perangkat yang menghasilkan medan magnet serta bagian yang menghasilkan partikel bermuatan. Sebuah Planeterrella bisa terdiri atas lebih dari satu bola planet.

Planeterrella adalah pengembangan dari Terrella, alat yang dipakai oleh fisikawan abad 19 Kristian Birkeland menunjukkan bahwa aurora tercipta dari interaksi medan magnet dan partikel bermuatan. Dengan Planeterrela, bukan hanya aurora di Bumi saja yang bisa diciptakan, tetapi aurora di planet lain.

Gronof dan Walker mencontohkan, Planeterrella bisa menunjukkan aurora yang tercipta ketika bulan Jupiter Io mengirim partikel bermuatan ke Jupiter. Planeterrella juga bisa menunjukkan apa yang terjadi di Neptunus dan Uranus, dimana medan magnetnya tepat mengarah ke Matahari.

Ke depan, Gronof berencana untuk meniru aurora yang ada di Mars. Di Mars, medan megnt terkonsentrasi di satu wilayah, tidak menyebar. Hal itu menjadikan aurora di planet merah unik. Gronof rencananya akan menambahkan beberapa magnet dan karbon dioksida dalam Planeterrella untuk mewujudkannya.

Penelitian dengan menggunakan Planeterrella merupakan salah satu fokus Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat. Dengan Pleneterrella, ilmuwan bisa mengungkap keragaman aurora di setiap planet.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Benarkah Ada Lubang Cacing Penghubung Antar-Semesta?


KOMPAS.com — Semesta mungkin bukan hanya satu, dan di antara semesta terdapat lubang-lubang yang menghubungkannya. Benarkah teori itu?

Agus Suprasetyono menanyakannya kepada situs astronomi Langitselatan. "Saya pernah lihat film Contact, tentang perjalanan manusia menuju bintang melalui istilahnya lubang cacing. Apakah lubang cacing itu, dan apakah ada," tanyanya.

Syafik dari Purwokerto juga punya pertanyaan mirip. "Apakah benar bahwa wormhole itu jalan pintas ke semesta lain?" tanyanya.

Nah, apakah memang ada lubang cacing itu? Berikut uraian situs Langitselatan.

Secara teori memang benar wormhole aka lubang cacing ini merupakan solusi matematis mengenai hubungan geometris antara satu titik dalam ruang-waktu dengan titik yang lain, dimana hubungan tersebut bisa berperilaku sebagai 'jalan pintas' dalam ruang-waktu. Tapi, sampai saat ini belum ada bukti yang bisa mendukung keberadaannya, baik dari pengamatan maupun secara eksperimen.

Lantas, apa itu lubang cacing (wormhole)?

Saya menyukai ilustrasi yang digunakan Dr. Kip S. Thorne dari California Institute of Technology untuk menjelaskan apa itu wormhole. Ilustrasinya seperti ini: bayangkan kamu adalah seekor semut yang tinggal di permukaan sebuah apel. Apel tersebut digantung di langit-langit dengan menggunakan tali yang sangat tipis sehingga tidak bisa kamu panjat. Kamu tidak bisa pergi kemana-mana selain di permukaan apel. Permukaan apel itu menjadi alam semestamu. Nah, sekarang bayangkan apel itu berlubang dimakan ulat. Lubangnya menembus si buah apel. Dengan adanya lubang itu, kamu bisa berpindah ke sisi lain permukaan apel dengan dua cara, yaitu: lewat jalan biasa, yaitu permukaan apel (alam semesta), atau lewat jalan pintas, yaitu lubang yang sudah dibuat si ulat (wormhole).

Wormole memiliki dua ujung. Misalnya, satu ujung di kamarmu, ujung yang lain ada di negara asal teman facebook-mu di Perancis. Kalau kamu melongok ke wormhole itu, maka akan tampak temanmu dengan latar belakang menara Eiffel. Temanmu yang melihat dari ujung wormhole di Perancis lalu bisa melihatmu duduk mengerjakan PR di kamarmu. Asyik, ya, kalau selesai mengerjakan PR kamu bisa menemui kawanmu di Perancis dan naik ke menara Eiffel, hanya dengan masuk ke semacam lorong.

Alam semesta kita ini mengikuti hukum fisika. Yang namanya hukum pasti ada yang dibolehkan tapi ada yang tidak. Nah, apakah hukum fisika memungkinkan adanya wormhole? Ya! Sayangnya, masih menuruti hukum fisika tadi, wormhole mudah runtuh sehingga tak ada yang bakal selamat melewatinya. Supaya tidak runtuh, kita harus memasukkan materi yang berenergi negatif, yang mengeluarkan semacam gaya anti-gravitasi yang mampu menahan wormhole dari keruntuhan.

Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah ada materi berenergi negatif? Jawaban yang diberikan oleh para fisikawan yang telah mengupas hukum-hukum fisika secara mendetil dengan menggunakan ilmu matematika adalah ada! Namun keberadaannya hanya sesaat dan dalam jumlah yang sangat sedikit.

Andaikan ada insinyur hebat yang ingin mempertahankan wormhole tidak runtuh. Masih belum mungkin juga ia mengumpulkan energi negatif di dalam wormhole sejumlah yang diperlukan supaya wormhole itu bisa dilalui. Seandainya pun hukum fisika memungkinkan adanya wormhole, kemungkinan besar wormhole tidak terjadi secara alami, tapi harus dibuat dan dijaga supaya tidak runtuh dengan suatu teknologi tertentu. Teknologi kita saat ini masih sangat jauh dari itu. Teknologi wormhole masih sulit, seperti halnya pesawat ruang angkasa bagi manusia purba. Tapi, sekalinya teknologi wormhole ini bisa dikuasai, ia akan menjadi sarana praktis untuk transportasi antarbintang. Ini menjadi tantangan bagi kita dan generasi berikutnya, termasuk kalian.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Globe Tertua, Benarkah Terkait Leonardo da Vinci?

Written By Unknown on Selasa, 27 Agustus 2013 | 09.19


KOMPAS.com — Globe (bola dunia) tertua ditemukan di  Florence, Italia, diperkirakan dibuat awal tahun 1500-an dari 2 buah bagian bawah telur unta. Globe diukir (digambar) dengan detail yang samar-samar tentang peta Amerika berdasarkan sumber yang berhasil dikumpulkan oleh para penjelajah Eropa seperti Christopher Columbus dan Amerigo Vespucci.

Menurut Washington Map Society, globe tersebut juga dihiasi dengan gambar monster, gelombang yang terjalin satu sama lain, bahkan seorang pelaut. Penemuan ini mengundang rasa penasaran peneliti asal Belgia S Missinne, mengenai seluk beluk globe mulai dari asal, tanggal dibuatnya, geografinya, dan lain-lainnya.

"Setelah semua orang tidak mengetahui mengenai seluk beluk globe tertua ini, dan ini merupakan penemuan yang langka, maka saya bersemangat untuk meneliti lebih jauh lagi. Semakin banyak penelitian yang telah kami lakukan maka kami akan menemukan sebuah hasil penelitian yang besar," ujar S Missinne.

Pemiliknya adalah seorang anonim yang membeli globe tua tahun 2012 saat acara London Map Fair, mengizinkan Missinne, untuk meneliti lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penanggalan radiokarbon, pengujian topografi komputer, pengujian tinta, analisis geografi, kartografi, dan sejarah.

Dari hasil penelitian diperkirakan globe dibuat sekitar tahun 1504. Meskipun si pembuat bola dunia tersebut tidak diketahui, Missinne menduga karya ini ada hubungannya dengan Leonardo da Vinci. Peneliti melihat beberapa kesamaan antara ukiran kapal yang berada di globe dan karya seni lain yang terkait dengan Leonardo. (Umi Rasmi/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Mobil Listrik LIPI Antisipasi Jangka Panjang


JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk memperingati Hari Ulang Tahun Ke-46 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Senin (26/8/2013) ini, diluncurkan hasil riset bus dan sedan listrik di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan. Teknologi kendaraan ramah lingkungan tersebut merupakan antisipasi jangka panjang ketika sarana transportasi makin kesulitan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan.

"Setidaknya, dalam lima tahun ke depan kendaraan listrik mulai dibutuhkan. Teknologi material kendaraan sudah siap, kendalanya pada teknologi baterai yang belum bisa menampung energi sesuai yang diharapkan," kata Adi Santosa, peneliti senior pada Pusat Penelitian Telematika dan Mekatronika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Bandung, Minggu.

Selain bus dan sedan listrik, LIPI juga meluncurkan telepon seluler pintar Smartphone Bandros (singkatan dari Bandung Raya Operating System). Telepon seluler pintar tersebut dirancang antisadap dengan menggunakan sistem operasi terbuka (open source) Linux.

Menurut Adi, mobil listrik sekarang belum mendominasi pasar sekalipun di negara-negara maju tempat mobil diproduksi. LIPI sudah mengantisipasi penguasaan teknologi untuk menunjang produksinya pada masa mendatang.

"Energi listrik bisa diperoleh dari berbagai sumber. Ketika bahan bakar fosil habis, listrik menjadi pilihan pengganti," kata Adi.

Melalui siaran pers, Kepala LIPI Lukman Hakim, dalam rangka HUT Ke 46 LIPI itu, akan menyerahkan mobil listrik yang diberi nama Hevina dengan dua varian, yaitu bus dan sedan, kepada Menteri Riset dan Teknologi.

Tantangan LIPI ke depan, menurut Lukman, adalah menambah jumlah peneliti. Ditargetkan rekrutmen peneliti LIPI tahun ini dapat mencapai 250 orang.

"Jumlah peneliti kalah banyak dengan pegawai administrasi. Dalam lima tahun ke depan diharapkan setidaknya bisa sama jumlahnya," kata Lukman.

Tantangan LIPI berikutnya, menurut Lukman, meningkatkan jumlah publikasi ilmiah. Implementasi hasil riset untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat juga terus diupayakan. Hal itu antara lain untuk menunjang produksi pertanian dengan pupuk organik yang diperkaya mikroorganisme. (NAW/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Menristek: Sedan Listrik LIPI Mantap!


JAKARTA, KOMPAS.com — Sedan listrik Hevina yang dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akhirnya diserahkan kepada Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta, Senin (26/8/2013). Sedan listrik ini direncanakan akan menjadi salah satu kendaraan dinas Menristek.

Hari ini, seusai penyerahan yang berlangsung di Graha Widya Bhakti, Puspiptek Serpong, Menristek langsung mencoba sedan listrik itu. Keluar dari lobi gedung itu, Menristek pertama melirik bus listrik yang juga didesain dan dikembangkan LIPI. Namun, perhatian Menristek dalam sekejap beralih ke sedan listrik Hevina.

"Oh, ini ya sedan saya," kata Gusti.

Gusti kemudian mendekati sedan listrik itu, lalu masuk dan menghidupkan mesin. Gusti pun mulai mencoba menyetir. Gusti sempat kesulitan untuk menyetir. "Belum terbiasa pakai ini," katanya kepada para wartawan.

Gusti pun lantas keliling di sekitar Puspiptek sebelum akhirnya kembali di depan lobi Gedung Widya Bhakti. Begitu mobil berhenti, Gusti melempar senyum. Saat ditanya mengenai kesannya pada sedan listrik itu, ia menjawab, "Mantap-mantap."

Gusti mengatakan, mobil listrik dikembangkan agar Indonesia lebih hijau.

Menurutnya, sebenarnya mobil listrik yang lebih bagus untuk dikembangkan adalah bus listrik. Bus listrik bisa dipakai sebagai angkutan umum. Dalam jumlah banyak, menurutnya, polusi yang ditimbulkan tak sebesar bus saat ini.

Gusti menjelaskan, sedan listrik yang kini menjadi kendaraan dinasnya sebenarnya masih prototipe. Biaya pembuatan prototipe mobil listrik itu sekitar Rp 500 juta. Kalau sudah diproduksi massal, kata Gusti, harganya bisa turun sampai 30 persen.

Gusti mengatakan, saat ini sudah ada pihak yang berminat untuk bekerja sama memproduksi mobil listrik hasil riset LIPI tersebut.

Gusti juga menjelaskan, ia ingin agar produk hasil penelitian atau pengembangan industri strategis dapat diproduksi massal dan dipakai oleh industri terkait di dalam negeri. Ia memberi contoh pesawat N-219 yang kini tengah diupayakan bisa dipakai oleh Lion Air.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Cerita Pembuat Batu Bata di Metropolitan Majapahit

Written By Unknown on Senin, 26 Agustus 2013 | 09.19

KOMPAS.com - "Saya rawat, tidak akan saya jual," ujar Ruskan dengan bahasa Jawa halus. "Kalau perlu saya melakukan pekerjaan lain." Dia merupakan pembuat batu bata berusia 65 yang menemukan bangunan air dari bata ketika sedang menggali tanah di belakang rumahnya, Nglinguk Wetan pada Desember 2009.

Atas kesadarannya, dia melaporkan ke BP3 dan merawat temuan yang mirip kolam seluas lapangan bola voli itu. Ruskan pun rela tidak melanjutkan penggalian lagi karena lahannya berada di situs bersejarah. Bahkan, dia memilih membeli tanah dari luar Trowulan untuk bahan baku batu batanya. Kini, cucunya diangkat sebagai juru pelihara kolam kuno itu.

Tulus Andrias sedang sibuk di bengkelnya ketika saya bertandang. Lelaki kurus bersuara lirih ini menemukan 16 artefak besi dan gading di galian linggan (pabrik batu bata tradisional) di belakang rumahnya, Desa Sentonorejo, pada April 2010. Tak hanya itu, dia juga melaporkan atas temuan 16 sumur kuno di lokasi yang sama.

Tulus diganjar ucapan terima kasih sebesar Rp2,5 juta. Di linggannya yang masih mengepul dia menghampiri saya dan berucap lirih tentang apa yang sudah dipikirkannya sejak dulu, tetapi tak sampai hati mengatakannya: "Aku punya anak laki-laki apakah bisa dikaryakan di museum?"   

Saya menjumpai Misdi, lelaki berusia 61, mantan buruh linggan Tulus. Dia pernah menemukan tinggalan Majapahit yang menggegerkan seisi desa.

Di belakang rumah Tulus pada Agustus 2003, sebuah mata tombak besi sebagian berlapis emas sepanjang 66 sentimeter itu tak sengaja tercangkul oleh Misdi. Tombak itu berhiaskan motif lengkung ukiran gajah dan babi.

Misdi menerima imbalan jasa sebesar Rp9 juta karena telah meneyerahkan temuan mata tombak itu kepada BP3. Temuan Misdi itu kini bisa disaksikan masyarakat di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo. "Saya sekarang kerja di Museum Trowulan sejak 2005 sebagai pegawai honorer merawat taman dan koleksi," katanya.

Saya berjumpa Yoesoep, seorang pemuda yang bekerja sebagai tenaga lokal untuk tim ekskavasi Pusat Arkeologi Nasional. Dia menyerahkan secara sukarela empat kepala figurin terakota dan koin Cina abad ke-13 dari Sung Selatan yang ditemukan di linggannya kepada ketua tim ekskavasi.

Tenaga lokal lainnya juga turut menyerahkan umpak segi delapan dan batu ambang pintu yang diangkat dari linggan-linggan mereka. Tanpa pamrih, mereka menyerahkan temuan-temuan itu, meskipun para arkeolog tidak menggantinya dengan imbalan uang.

Kisah-kisah pelestari tadi mungkin hanya teladan kecil betapa pentingnya pemahaman antara harapan pemerintah dan kepedulian masyarakat.

Saya menemui Koordinator Museum Majapahit yang belum lama menjabat, Wicaksono Dwi Nugroho. Lelaki muda itu merintis "Komunitas Jawa Kuno" yang sebulan dua kali bertemu di Museum Trowulan untuk bergiat bagaimana menulis huruf dan angka Jawa kuno, hingga membaca prasasti.

Meskipun baru berjalan sekitar dua tahun, paguyuban ini sudah menggaet anggota sejumlah 30-40 orang awam asal kota-kota di Jawa Timur dan Yogyakarta.
 
Ketika Wicaksono masih menjabat Kepala Sub Pengamanan Cagar Budaya, BP3 Jawa Timur, dia kerap melakukan kunjungan ke linggan-linggan di daerah padat temuan arkeologis—sekitar kanal. Saat membaur dengan warga untuk bertegur sapa atau memberikan pemahaman cagar budaya itulah Wicaksono menyadari bahwa masyarakat Trowulan sebenarnya punya kepedulian, namun terlanjur dijustifikasi sebagai agen perusak. Dia menduga bahwa hal itu terjadi karena mereka terlalu lama tidak dilibatkan dalam kegiatan pemeliharaan.

Sejak 1986 Trowulan telah mempunyai Rencana Induk Arkeologi, namun yang terlupakan saat itu—dan hingga kini—adalah aspek sosial budaya masyarakat, demikian hemat Wicaksono. Akibatnya banyak muncul permasalah antara pelestarian dan aktivitas masyarakat.

"Apa yang masyarakat lakukan—melaporkan temuan—itu memerlukan perhatian dan penghargaan lebih dari kita," ungkapnya, "dan kadang hal itu terlupakan." (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Tahun Tersingkat di Alam Semesta


KOMPAS.com - Satu tahun secara astronomi didefinisikan sebagai waktu sebuah planet mengelilingi bintang induknya atau dikenal dengan waktu revolusi. Satu tahun di antara planet satu dengan yang lainnya bisa beragam, salah satunya dipengaruhi oleh jarak antara planet dan bintangnya.

Kini, astronom mengetahui suatu tempat yang mengalami tahun tersingkat di alam semesta. Tempat itu adalah benda langit bernama KOI 1843.03 yang baru saja ditemukan astronom Massachusets Institute of Technology (MIT) dari data wahana Kepler. Satu tahun di planet itu setara dengan 4 jam 15 menit Bumi.

Roberto Sanchis-Ojeda, mahasiswa pasca sarnaja MIT yang terlibat penelitian ini menduga bahwa KOI 1843.03 merupakan sebuah planet. Namun demikian, kebenarannya masih perlu dikonfirmasi. Yang jelas, benda langit tersebut nyata.

Mengorbit bintang sangat cepat, KOI 1843.03 pasti memiliki jarak yang sangat dekat. Dengan jarak tersebut, Sanchis-ojeda mengungkapkan bahwa massa jenis benda langit itu pasti sangat tinggi, lebih atau sama dengan 7 g/cm3.

"Ketika Anda berada sangat dekat dengan bintang, interaksi pasang menjadi sangat kuat hingga bisa mengoyak permukaan dan menghancurkannya. Cara sebuah planet bisa bertahan adalah dengan memiliki massa jenis tinggi," kata Sanchis-Ojeda seperti dikutip New Scientist, Rabu (21/8/2013).

Menurut astronom, 70 persen massa KOI 1843.03 diduga terdiri atas besi, sementara 30 persen lainnya adalah silikat. Bahkan, tak menutup kemungkinan bahwa seluruh KOI 1843.03 adalah besi, membuatnya menjadi bola besi terbesar yang "mengapung" di jagat raya.

Sanchis-Ojeda mengatakan, selain jarak dekat, faktor yang membuat benda langit ini berevolusi sangat cepat adalah kecepatan rotasinya. Bila Bumi mengelilingi Matahari dengan kecepatan 30 kilometer per detik, benda langit ini mengelilingi bintangnya dengan kecepatan 250 km/detik.

Sanchis-Ojeda mengungkapkan, benda langit yang berevolusi sangat cepat seperti KOI 1843.03 mungkin banyak. Ia menemukan setidaknya 20 kandidat planet yang mengorbit bintangnya dalam waktu kurang dari sehari semalam di Bumi.

Astronom belum mengetahui bagaimana sebuah planet bisa berada sangat dekat dengan bintangnya. Diduga, benda seperti KOI 1843.03 sebelumnya terbentuk di wilayah jauh dari bintangnya namun bermigrasi ke dalam. Ada kemungkinan pula, benda langit ini adalah inti planet besar yang bermigrasi.

Dimitar Sasselov, astronom dari Harvard University yang tak terlibat studi, mengatakan, KOI 1843.03 mungkin juga bukan hanya berada di dekat bintangnya, tetapi di dalam atmosfer atas bintang induknya atau koronanya.

Jika benar bahwa planet berada di dalam korona, maka planet ini bisa dikatakan takkan pernah bebas dari radiasi bintangnya. Bagi manusia, benda langit ini sangat mematikan, panasnya melelehkan sementara radiasinya merusak.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Globe Tertua, Benarkah Terkait Leonardo da Vinci?


KOMPAS.com — Globe (bola dunia) tertua ditemukan di  Florence, Italia, diperkirakan dibuat awal tahun 1500-an dari 2 buah bagian bawah telur unta. Globe diukir (digambar) dengan detail yang samar-samar tentang peta Amerika berdasarkan sumber yang berhasil dikumpulkan oleh para penjelajah Eropa seperti Christopher Columbus dan Amerigo Vespucci.

Menurut Washington Map Society, globe tersebut juga dihiasi dengan gambar monster, gelombang yang terjalin satu sama lain, bahkan seorang pelaut. Penemuan ini mengundang rasa penasaran peneliti asal Belgia S Missinne, mengenai seluk beluk globe mulai dari asal, tanggal dibuatnya, geografinya, dan lain-lainnya.

"Setelah semua orang tidak mengetahui mengenai seluk beluk globe tertua ini, dan ini merupakan penemuan yang langka, maka saya bersemangat untuk meneliti lebih jauh lagi. Semakin banyak penelitian yang telah kami lakukan maka kami akan menemukan sebuah hasil penelitian yang besar," ujar S Missinne.

Pemiliknya adalah seorang anonim yang membeli globe tua tahun 2012 saat acara London Map Fair, mengizinkan Missinne, untuk meneliti lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penanggalan radiokarbon, pengujian topografi komputer, pengujian tinta, analisis geografi, kartografi, dan sejarah.

Dari hasil penelitian diperkirakan globe dibuat sekitar tahun 1504. Meskipun si pembuat bola dunia tersebut tidak diketahui, Missinne menduga karya ini ada hubungannya dengan Leonardo da Vinci. Peneliti melihat beberapa kesamaan antara ukiran kapal yang berada di globe dan karya seni lain yang terkait dengan Leonardo. (Umi Rasmi/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Peneliti Harus Mampu Berkomunikasi dengan Publik

Written By Unknown on Sabtu, 24 Agustus 2013 | 09.18


JAKARTA, KOMPAS.com - Thomas djamaluddin, profesor riset dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang Jumat (23/8/2013) hari ini menerima penghargaan Sawrwono Prawirohardjo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menekankan pentingnya kemampuan komunikasi publik peneliti.

Thomas mengatakan, salah satu pencapaian yang berhasil diraihnya selama menjadi peneliti astronomi sejak 1987 adalah komunikasi publik dalam tulisan populer di media massa maupun media sosial. Thomas menulis 100 artikel astronomi di media massa dan banyak tulisan pendek di blog-nya.

"Saya selalu menikmati berbagi ilmu dalam bahasa awam. Saya berprinsip, sebagai peneliti kita harus bisa berkomunikasi dengan publik dengan memberikan informasi yang mencerdaskan, menjelaskan, dan mengingatkan," kata Thomas dalam orasinya saat menerima penghargaan.

Informasi mencerdaskan, kata Thomas, adalah informasi yang memberi pengetahuan baru bagi publik. Dalam bidangnya, Thomas banyak memberikan informasi tentang misi ke Mars, pencarian kehidupan di Mars maupun tempat lain seperti Europa, satelit Jupiter.

Sementara, informasi yang menjelaskan adalah yang mampu menjawab keingintahuan publik, seperti tentang badai Matahari. Informasi yang bersifat mengingatkan adalah yang mampu memberikan prediksi, baik yang bersifat populer seperti fenomena alam ataupun yang penting seperti potensi perbedaan hari raya.

Lewat komunikasi publik, peneliti mampu membangun kesadaran masyarakat akan isu tertentu, mengajak masyarakat untuk juga ikut berpikir dan berpendapat. Dengan demikian, kepakaran peneliti mampu memberi dampak lebih pada masyarakat.

Thomas sendiri dalam perjalanan karirnya urut membangun kesadaran akan pentingnya penyatuan hari raya umat Islam. Seperti diketahui, jatuhnya Ramadan dan Lebaran saat ini sering berbeda akibat dikotomi hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) hilal.

Dalam isu penyatuan hari raya, Thomas turut meramaikan diskusi publik lewat tulisan di media massa dan diskusi terbatas dengan organisasi keagamaan seperti nahadtul Ulama (NU) dan Muhammadyah. Penyatuan hari raya memang belum tercapai namun setidaknya lewat komunikasi publik masyarakat memahami akar permasalahannya.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Ciptakan Jam Paling Akurat di Dunia


JAKARTA, KOMPAS.com — Ilmuwan AS menciptakan jam paling akurat di dunia. Jam ini mampu berdetak dengan tingkat variasi kurang dari dua bagian dalam satu kuintiliun detik atau 10 kali lebih baik daripada jam lain.

Jam paling akurat di dunia yang dibuat menggunakan elemen iterbium ini dapat digunakan untuk kemajuan teknologi melampaui ketepatan waktu, misalnya saja sebagai sistem navigasi, medan magnet, bahkan suhu.

"Kestabilan jam iterbium dapat membuka pintu bagi sejumlah aplikasi berguna yang membutuhkan ketepatan waktu tingkat tinggi," ujar Andrew Ludlow, fisikawan National Institute of Standards and Technology yang sekaligus menjadi penulis pendamping dalam publikasi penelitian ini seperti dikutip Sky News Australia, Jumat (23/8/2013).

Jam akurat ini menggunakan teknologi atom, berbeda dengan jam mekanik yang biasanya masih menggunakan bandul untuk menjaganya tetap tepat waktu. Dengan teknologi atom, sinyal elektromagnetik dari cahaya diemisikan pada frekuensi tertentu untuk memindahkan elektron ke dalam atom cesium.

Para fisikawan membangun jam iterbium ini dengan menggunakan 10.000 atom langka yang telah didinginkan dalam suhu 10 mikrokelvin (sepersepuluh juta derajat di atas nol mutlak) dan menjebaknya dalam kisi ruang optik yang dibuat dari sinar laser.

Sinar laser lain, yang menembakkan cahaya sebanyak 518 triliun, memicu terjadinya transisi antara dua tingkat energi pada atom. Jadi, stabilnya komponen pada jam iterbium bisa dikatakan sebagai konsekuensi dari banyaknya jumlah atom yang bekerja dalam sistem ini.

Sebelumnya, para teknisi harus menyamakan waktu dari jam yang baru dibuat dengan mengukur menggunakan jam NIST-F1, yakni sebuah jam yang dijadikan ukuran standar bagi masyarakat AS. Pengukuran harus dilakukan selama 400.000 detik (sekitar lima hari) untuk memastikan jam tersebut tepat waktu.

Berbeda dengan jam lain, jam iterbium hanya membutuhkan waktu satu detik untuk menyesuaikan diri sehingga dapat menjadi sebuah jam yang sangat akurat. Keberhasilan ini dipublikasikan di jurnal Science. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

\"Monster Laut\" Bertanduk Terdampar di Spanyol


KOMPAS.com — Jasad seekor "monster laut" terdampar di pantai Spanyol dan telah membuat bingung para ahli. Diberitakan The Cleveland Leader, Kamis (22/8/2013), hewan yang termasuk jenis ikan ini mempunyai panjang empat hingga lima meter dan tampak memiliki tanduk di kepalanya.

Ketika ditemukan terdampar pada pantai Luis Siret di Villaricos, Spanyol, tubuh binatang ini telah membusuk. Karena itulah, para ahli kesulitan untuk mengidentifikasi jenis dari makhluk ini.

Masyarakat lokal penasaran apakah binatang ini merupakan makhluk mitos yang berasal dari laut dalam. Banyak yang menduga jika ia adalah dinosaurus, raksasa laut, Loch Ness, atau ikan dayung.

Paco Toledano, juru bicara PROMAR Sea Life Defence Program, mengatakan bahwa mereka telah mengirim informasi mengenai jasad ini kepada ahli lain. Mereka berharap, para ahli dari tempat lain mampu mengidentifikasi makhluk ini.

Sementara itu, Dean Grubbs, ahli ikan dari Florida State University yang mengkhususkan diri pada spesies hiu, berpendapat bahwa jasad yang terdampar di Spanyol tersebut terlihat seperti jasad seekor hiu. Jenis makhluk yang terdampar ini masih terus diselidiki. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

LIPI Dorong Industri Tingkatkan Inovasi Berbasis Riset

Written By Unknown on Jumat, 23 Agustus 2013 | 09.18


KOMPAS.com — Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang menjadikan inovasi berbasis ilmu pengetahuan sebagai strategi bisnisnya. Penghargaan yang akan diberikan bernama LIPI Science Based Innovation Award (LIPI SBII Award).

Berdasarkan siaran pers LIPI yang diterima Kompas.com, Rabu (21/8/2013), penghargaan ini bertujuan untuk mendorong sekaligus mengapresiasi industri yang telah melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas produk serta menunjukkan kepada masyarakat tentang pentingnya inovasi untuk daya saing nasional.

Inovasi berbasis pengetahuan diperlukan dengan besarnya persaingan dengan produk-produk luar. Saat ini, produk dalam negeri terus tergerus. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah rendahnya kualitas dan minimnya inovasi. Kebanyakan inovasi di Indonesia hanya berupa kemasan dan desain.

Seleksi bagi perusahaan untuk meraih penghargaan ini masih dibuka. Industri bisa mengunduh formulir keikutsertaan di pappiptek.lipi.go.id. Formulir bisa dikirim paling lambat 15 September 2015. Acara penganugerahan sendiri akan diadakan pada 10 Oktober 2013.

Penghargaan ini diorganisasi oleh Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (Pappiptek). Dewan juri berasal dari LIPI dan lembaga ataupun individu independen.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Riset Geokimia Mengubah Sejarah Sumatera


KOMPAS.com — Konsep pembentukan Pulau Sumatera yang selama ini diyakini oleh para ahli ternyata salah. Prof Dr Iskandar Zulkarnain, profesor riset LIPI yang dikukuhkan pada Rabu (21/8/2013), memaparkan hal tesebut dalam orasi berjudul "Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam."

Semula, diyakini bahwa dalam proses pembentukannya, blok Sibumasu dan blok Sumatera bagian barat, yang keduanya bersifat kontinen (benua), bertabrakan sehingga membentuk Patahan Sumatera yang membentang sepanjang bagian utara hingga selatan Pulau Sumatera. Karena sifat kedua blok pembentuk Sumatera sama-sama kontinen, maka seluruh Pulau Sumatera dianggap sebagai tepian dari benua Eurasia yang bersifat homogen.

Sementara itu, diyakini pula tumbukan antara lempeng samudra (lempeng Hindia-Australia) dan lempeng daratan Eurasia (termasuk Sumatera) telah menimbulkan subduksi (penunjaman) di lautan yang sejajar dengan pulau-pulau kecil di barat Sumatera.

Dalam penelitian geokimia batuan yang telah dimulai dari tahun 1994, Iskandar menemukan fakta lain tentang sejarah pembentukan geologi Pulau Sumatera. Patahan Sumatera ternyata terbentuk melalui sebuah sistem kompleks yang tidak hanya melibatkan dua blok kontinen, tetapi juga lempengan samudra.

Iskandar dan timnya mengumpulkan batuan vulkanik dari banyak daerah di sekitar Patahan Sumatera, mulai dari Provinsi Lampung hingga Kabupaten Madina, Provinsi Sumatera Utara. Mereka menganalisis batuan-batuan tersebut tidak hanya berdasarkan unsur-unsur utama (major elements), tetapi juga mencakup unsur jejak (trace elements) dan unsur jarang (rare earth elements).

Berdasarkan pola yang terbentuk dari analisis konsentrasi kandungan elemen mikro dan elemen jarang, Iskandar menyimpulkan jika sejarah geologi Sumatera yang diyakini selama ini salah dan harus diubah.

"Sumatera dibentuk oleh dua buah segmen yang berbeda karakter. Sebelah barat berkarakter busur kepulauan, yakni karakter yang terbentuk karena tabrakan samudra dengan samudra, sedangkan sebelah timur bersifat kontinen (benua)," ujarnya.

Iskandar menambahkan jika pada masa purba, terjadi tabrakan antar-samudra yang membentuk subduksi pada Patahan Sumatera. Tabrakan ini mendorong patahan Sumatera bergerak ke timur dan bertabrakan lagi dengan benua Eurasia yang akhirnya membentuk subduksi pada kepulauan di barat Sumatera.

Kondisi ini dapat menjawab berbagai pertanyaan mengenai bencana alam yang sering kali terjadi di kawasan Patahan Sumatera. "Sejauh ini wilayah timur Sumatera lebih aman daripada yang barat. Jika di sebelah barat terdapat penujaman purba, maka wilayah ini relatif menjadi mudah bergerak karena dia sebenarnya tidak homogen," tambah Iskandar.

Riset geokimia batuan yang mengubah sejarah geologi Sumatera ini juga menimbulkan konsekuensi logis mengenai potensi mineral di Pulau Sumatera. Mineral yang selama ini terkonsentrasi di sebelah barat mungkin saja juga terkandung di lapisan tanah pada bagian timur.

Riset ini juga dapat membuat proses pencarian endapan logam menjadi lebih efektif karena adanya rantai proses yang dipangkas dan biaya yang menjadi lebih rendah.

Iskandar menyatakan, geokimia batuan memungkinkan manusia menemukan endapan logam hanya dengan menggunakan sistem sampling tanpa perlu melakukan eksplorasi detail terlebih dahulu.

Jika hasil analisis menunjukkan adanya potensi logam pada tempat ditemukannya batuan tersebut, maka eksplorasi dapat dilanjutkan. Sebaliknya, jika ternyata wilayah itu tidak berpotensi, maka lokasi tersebut dapat ditinggalkan untuk menemukan lokasi lain yang lebih berpotensi. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Studi: Religiusitas Berkorelasi Negatif terhadap Kecerdasan


KOMPAS.com — Benarkah orang religius punya kecerdasan yang lebih rendah dibandingkan dengan orang ateis?

Jawaban pertanyaan tersebut mungkin akan menyakitkan hati beberapa pihak. Namun, studi terbaru yang dipublikasikan di Personality and Social Psychology Review menunjukkan bahwa rata-rata orang yang religius memiliki kecerdasan yang lebih rendah.

Miron Zuckerman dan Jordan Siberman dari University of Rochester dan Judith Hall of Northeastern University adalah yang melakukan studi tersebut.

Keduanya melakukan metaanalisis dari 63 studi yang dilakukan antara tahun 1928 hingga 2012. Dengan cara ini, keduanya mengecek kembali sampel studi, kualitas analisis, metode penelitian, serta bias yang mungkin ada dalam setiap studi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa 53 studi menyatakan bahwa orang-orang religius memang memiliki kecerdasan lebih rendah. Hanya 10 studi yang menyatakan sebaliknya.

Kecerdasan dalam studi ini didefinisikan sebagai kemampuan mengemukakan alasan, merencanakan, menyelesaikan masalah, berpikir secara abstrak, menguraikan gagasan, berpikir cepat, serta belajar dari pengalaman.

Singkatnya, kecerdasan adalah kemampuan analisis. Kecerdasan bisa diukur dari tes IQ, tes masuk universitas, IPK, dan sebagainya.

Sementara itu, religiusitas adalah kepercayaan terhadap hal-hal supernatural dan kesadaran untuk menjalankan ritual keagamaan, dan lainnya. Religiusitas bisa diukur dari frekuensi datang ke tempat ibadah atau keanggotaan pada organisasi agama tertentu.

Pertanyaannya sekarang, apa yang membuat orang-orang dengan kecerdasan tinggi lebih tidak religius atau cenderung ateis?

Alasan pertama kemungkinan adalah bahwa orang-orang dengan kecerdasan tinggi cenderung tidak mau berkompromi dan menerima dogma begitu saja. Bila berada di lingkungan masyarakat yang religius, orang-orang tersebut kemungkinan justru menjadi ateis.

Alasan lain adalah bahwa orang-orang dengan kecerdasan tinggi akan percaya pada bukti empirik, sesuatu yang memang bisa dilihat.

Zuckerman mengungkapkan, orang-orang dengan kecerdasan tinggi berpikir lebih analitis, yaitu secara terkontrol, sistematis, dan lebih lambat. Hal ini berbeda dengan orang-orang religius yang cenderung kurang analitis dan berpikir cepat.

Alasan ketiga, orang dengan kecerdasan tinggi tidak religius kemungkinan adalah karena fungsi-fungsi agama sebenarnya bisa dipenuhi oleh kecerdasan.

Ada tiga hal saat kecerdasan bisa menggantikan agama. Pertama, agama berfungsi sebagai kontrol. Dengan demikian, percaya kepada Tuhan membuat seseorang lebih mampu mengontrol diri. Namun, orang dengan kecerdasan tinggi bisa mengontrol diri tanpa agama dengan mengandalkan kecerdasan.

Kedua, gama juga berfungsi sebagai regulasi diri. Kenyataannya, fungsi ini juga bisa digantikan oleh kecerdasan. Jadi, regulasi untuk mencapai tujuan dan lainnya bisa diperoleh tanpa agama.

Ketiga, kecerdasan bisa menggantikan fungsi agama yang membuat seseorang bisa menghargai dirinya sendiri. Orang religius memiliki kebanggaan atas dirinya. Namun, ternyata orang-orang yang percaya kepada Tuhan juga punya kebanggaan yang sama.

Terakhir, kebutuhan tempat bersandar. Bagi orang religius, Tuhan dianggap tempat bersandar saat terluka atau kecewa. Bagi orang yang punya kecerdasan tinggi, tempat bersandar tak harus Tuhan, bisa jadi teman.

Orang yang punya kecerdasan tinggi lebih cenderung untuk menikah dan berhasil dalam pernikahannya, serta cenderung tidak tidak bercerai. Dengan demikian, mereka memiliki teman atau tempat bersandar sehingga tidak memiliki kebutuhan akan Tuhan.

Diberitakan Ars Technica, Senin (12/8/2013), hasil studi ini mungkin hanya valid untuk wilayah Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, di mana 87 persen orang yang diambil sampelnya berasal.

Kesimpulan akan relasi religiusitas dan kecerdasan tidak bisa diambil pada masyarakat yang dominan ateis, seperti Skandinavia, atau yang dominan religius, mungkin seperti Indonesia. Studi empirik perlu dilakukan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Penyelamatan Observatorium Bosscha dari Polusi Cahaya Didorong

Written By Unknown on Kamis, 22 Agustus 2013 | 09.18


BANDUNG, KOMPAS.com — Observatorium Bosscha yang terletak di Lembang, kawasan Bandung utara, diupayakan diselamatkan dari ancaman polusi cahaya dan gangguan lingkungan. Masyarakat sekitar akan didorong memelopori kegiatan pemetaan potensi di kawasan Bosscha, terutama keunikan dan sejarah lingkungan.

Terkait itu, pada 17 Agustus 2013, dibentuk Komunitas Sahabat Bosscha (KSB) yang akan menjaga pelestarian Observatorium Bosscha. "Sebagai cagar budaya, Observatorium Bosscha harus dilindungi keberadaannya," kata Dewi Turgarini dari Humas Komunitas Sahabat Bosscha, Senin (19/8/2013), di Bandung. KSB diketuai budayawan Eka Budianta.

Pemberdayaan masyarakat di sekitar Bosscha perlu dilakukan untuk membantu upaya mengurangi polusi cahaya, terutama menyosialisasikan penggunaan tudung lampu. Kawasan hunian berikut aktivitas cahaya mengganggu operasional Bosscha dalam penelitian angkasa.

Mahaseno Putra, Kepala Departemen Astronomi Observatorium Bosscha, memaparkan, tahun 2004 Bosscha dinyatakan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah. Keberadaannya dilindungi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, pemerintah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu "obyek vital nasional yang harus diamankan".

Bosscha berperan sebagai "rumah" bagi penelitian astronomi di Indonesia. Tahun 2012, Bosscha menerima kunjungan 60.000 orang. "Tentu Observatorium Bosscha merupakan aset negara dan dunia yang harus terus dipelihara dan dijaga agar tetap bekerja sesuai fungsinya," ujar Mahaseno.

Tanggung jawab bangsa

Mira P Gunawan, Dewan Pakar Badan Pelestari Pusaka Indonesia, memaparkan, Bosscha bukanlah milik ITB meski sejak 1959 dititipkan kepada ITB. Itu menjadikan Bosscha sebagai tanggung jawab bersama bangsa Indonesia. Di tingkat lokal perlu diperjuangkan agar Bosscha memiliki tata ruang yang memadai, antara lain area pengamatan astronomi yang bersih dalam radius 2 kilometer.

Perbaikan beragam sarana itu diperlukan agar Bosscha terus menjadi atraksi wisata edukasi berkelanjutan. Upaya ini, kata Mira, perlu dibarengi ketersediaan anggaran pemeliharaan.

Pada saat yang sama, potensi Bosscha juga perlu digali sebagai sumber inspirasi karya seni dan budaya bangsa selain menjaga keragaman dan melestarikan flora (magnolia, kastuba, dan lainnya) serta fauna di kawasan itu, berikut menikmati kuliner khas Lembang.

Ketua Program Studi Sarjana Magister ITB Taufiq Hidayat menambahkan, generasi mendatang perlu memproteksi perkembangan kearifan lokal bangsa dari ilham keastronomian. Menggali pusaka budaya astronomi bangsa Indonesia merupakan bagian dari aktivitas kemanusiaan. (DMU/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Tas Hermes Dibuat dengan Alat Mirip Perkakas Neanderthal


KOMPAS.com — Percayakah Anda tas kulit semahal Hermes dibuat dengan alat yang telah dipakai sejak zaman Neanderthal? Neanderthal adalah salah satu jenis manusia purba yang diduga hidup berdampingan dengan manusia modern di masa lampau sebelum akhirnya punah.

Fakta tersebut terungkap lewat penggalian yang dilakukan arkeolog di situs Neanderthal yang berusia 40.000 tahun. Arkeolog menemukan alat tulang bernama lissoir yang digunakan untuk mengolah kulit binatang sehingga lebih berkilau dan resisten terhadap air.

Lissoir semula dianggap hanya merupakan perkakas milik manusia modern. Penemuan lissoir di situs Neanderthal ini menunjukkan bahwa kerabat manusia modern tersebut juga sudah mampu menggunakan perkakas semacam lissoir.

Diberitakan Nature, Senin (12/8/2013), pecahan lissoir pertama kali ditemukan 10 tahun di Pech-de-l'Azé di wilayah Dordogne, barat daya Perancis. Marie Soressi, arkeolog dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, adalah penemunya.

Setelah penemuan, Sorresi menghubungi pabrik Hermes di Paris dan menemukan bahwa para pekerja kulit di perusahaan tersebut menggunakan alat yang mirip lissoir. Ketika gambar perkakas tersebut ditunjukkan kepada para pekerja, mereka langsung mengenalinya.

Shannon McPherron yang juga rekan Soressi melakukan penelitian lanjutan di Pech-de-l'Azé dan wilayah lain di dekat Abri Peyrony. Mereka kembali menemukan lissoir. Hal ini memberi kepastian bahwa manusia Neanderthal memang telah menggunakan perkakas ini.

Lissoir bukanlah perkakas tulang Neanderthal yang ditemukan pertama kali. Namun, alat ini istimewa karena berbeda dengan perkakas tulang lain. Kebanyakan perkakas tulang dibuat berdasarkan salinan dari perkakas batu, tetapi lissoir tidak.

Lissoir adalah perkakas tulang yang mampu memanfaatkan sifat fisik tulang, yakni memiliki tekstur dan kemampuan untuk melengkung tanpa menghasilkan patahan. Tampaknya, Neanderthal membuat lissoir dari bahan tulang rusuk rusa yang panjang dan fleksibel.

Para peneliti tidak bisa memastikan apakah Neanderthal menggunakan perkakas tulang untuk memoles kulit. Meskipun demikian, McPherron menjumpai bahwa lissoir temuannya juga terpotong pada bagian ujungnya dan diduga dipakai untuk memoles kulit juga.

McPherron juga melakukan pengujian dengan membuat lissoir dan menggunakannya untuk menghaluskan kulit kering. Ternyata, ujung lissoir buatan para peneliti juga mengalami perubahan seperti pada lissoir milik Neanderthal.

Meski demikian, tetap ada keraguan bahwa lissoir memang dibuat oleh Neanderthal. Sebabnya, manusia tidak tinggal di Pech-de-l'Azé ataupun Abri Peyrony. Bagaimana mungkin manusia bisa belajar kalau tidak berinteraksi walaupun mungkin saja manusia dan Neanderthal membuat perkakas itu secara independen.

Untuk memastikan, McPherron akan menggali situs Neanderthal yang rentang usianya lebih tua. Situs Neanderthal yang digali untuk menemukan lissoir ini berusia antara 51.000-41.000 tahun, beririsan dengan pendudukan manusia modern di Eropa Barat 42.000 tahun lalu.

Dengan penggalian di situs arkeologi yang lebih tua, arkeolog mampu memastikan apakah memang lissoir diciptakan oleh Neanderthal. Jika terbukti, kecerdasan Neanderthal tidak bisa disepelekan. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

LIPI Mengukuhkan Dua Profesor Riset Baru


JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengukuhkan dua profesor riset baru pada Rabu (21/8/2013). Mereka adalah Prof Dr Iskandar Zulkarnain dari Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI dan Prof Dr Silvester Tursiloadi M Eng dari Pusat Penelitian Kimia LIPI.

Kedua profesor riset menyampaikan orasi ilmiah terkait bidangnya masing-masing. Iskandar menyampaikan orasi ilmiah dalam bidang geologi dan geofisika berjudul "Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam".

Iskandar menyatakan bahwa riset geokimia batuan, yakni suatu pendekatan berbasis data kimia untuk identifikasi jenis batuan berdasarkan komposisi kimia yang dimilikinya, berpotensi untuk mengungkap sejarah geologi masa lalu.

"Dengan demikian, sejarah geologi wilayah tersebut akan dapat diketahui dan direkonstruksi," ujarnya.

Penelitian panjang yang Prof Dr Iskandar lakukan pada batuan-batuan vulkanik di Pulau Sumatera, mulai dari Provinsi Lampung di selatan hingga Provinsi Sumatera Utara, mengungkap fakta menarik mengenai pemahaman geologi di pulau ini.

"Selama ini orang menganggap Pulau Sumatera adalah sebuah material yang homogen bersifat benua. Karena itu mereka menganggap jika Sumatera adalah bagian tepi dari benua Eurasia," katanya.

Penelitian yang dilakukan Iskandar menunjukkan fakta berbeda. "Sumatera dibentuk oleh dua buah segmen yang berbeda karakter. Sebelah barat berkarakter busur kepulauan, yakni karakter yang terbentuk karena tabrakan samudera dengan samudera, sedangkan sebelah timur bersifat kontinen (benua)," tambahnya.

Iskandar juga memaparkan bahwa riset geokimia juga berguna untuk memandu manusia menemukan endapan logam secara lebih efektif sehingga menghemat waktu, usaha, dan biaya.

Iskandar menyatakan, geokimia batuan memungkinkan manusia menemukan endapan logam hanya dengan menggunakan sistem sampling tanpa perlu melakukan eksplorasi detail terlebih dahulu.

Jika hasil analisis menunjukkan adanya potensi logam pada tempat ditemukannya batuan tersebut, maka eksplorasi dapat dilanjutkan. Sebaliknya, jika ternyata wilayah itu tidak berpotensi, maka lokasi tersebut dapat ditinggalkan untuk menemukan lokasi lain yang lebih berpotensi.

Sementara itu, Silvester menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Nanoteknologi untuk Sintesis Katalis Aerogel Mesopori".

Material mesopori adalah salah satu jenis material berpori yang memikiki karakteristik menarik dan bisa diaplikasikan dalam banyak bidang. Material berpori adalah material nano yang rasio luas permukaan atau volumenya bisa naik berlipat-lipat, baik diaplikasikan sebagai katalis.

Material mesopori seperti aerogel mempunyai banyak keunggulan dibanding material berpori lain, mikropori dan makropori. Materi ini punya luas permukaan yang besar, yaitu bisa lebih dari 1000 m2/gr, porositas terbuka dari 80 hingga 99,9 persen dengan ukuran pori-pori 10-20 nm.

Aerogel juga memiliki konduktivitas terendah jika dibandingkan dengan material manapun, yakni di bawah 100 meter per detik, tiga kali lebih rendah dari kecepatan suara yang mencapai 343 meter per detik. Bahkan material ini dikatakan memiliki berat hanya tiga kali lipat dari berat udara.

"Dengan sifat-sifat yang menarik itu, aerogel dapat digunakan dalam berbagai bidang seperti elektronik, kedokteran, farmasi, konstruksi, tekstil, keramik, energi, industri makanan, katalis, badan mobil, kapal laut, kapal terbang, kendaraan luar angkasa, dan lain-lain," ungkap Silvester.

Prof Dr Lukman Hakim, kepala LIPI sekaligus Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset, menyatakan, Iskandar dan Tursiloadi adalah profesor riset ke 408 dan 409 dari total lebih kurang 8200 peneliti di Indonesia. Sementara bagi LIPI, mereka secara berturut-turut adalah profesor riset ke 106 dan 107 dari total peneliti LIPI yang berjumlah 1525 orang. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Di Manakah Tempat dengan Percepatan Gravitasi Terendah?

Written By Unknown on Rabu, 21 Agustus 2013 | 09.18


KOMPAS.com — Gravitasi hampir selalu diasumsikan sama di semua wilayah di Bumi. Namun kenyataannya, besaran gravitasi bervariasi dari satu tempat dengan tempat lain.

Christian Hirt dari Curtin University di Perth dan rekannya mengombinasikan data gravitasi yang diperoleh dari satelit dan data topografi untuk menyusun peta gravitasi Bumi.

Peta mencakup wilayah antara 60 derajat Lintang Utara hingga 60 derajat Lintang Selatan, meliputi 80 persen dari seluruh wilayah Bumi.

Peta terdiri dari 3 miliar titik dengan resolusi 250 meter. Dengan komputer standar, perlu 5 detik untuk menyelesaikan satu titik. Dengan superkomputer, peneliti menyelesaikan seluruhnya dalam 3 minggu.

Sebelum pembuatan peta ini, peneliti pernah melakukan pengukuran dengan metode standar. Mereka menemukan, tempat dengan gravitasi terendah adalah khatulistiwa dan tertinggi adalah Arktik.

Berdasarkan pengukuran itu, percepatan gravitasi di khatulistiwa 9.7803 m/s2 sementara di permukaan Arktik sebesar 9.8337 m/s2.

Pemetaan oleh Hirt menunjukkan perbedaan percepatan gravitasi yang lebih ekstrem. Tempat dengan gravitasi terendah adalah Gunung Nevado Huascaran di Peru, sementara yang tertinggi tetap Arktik.

Percepatan gravitasi di Gunung Nevadi Huascaran adalah 9.7639 m/s2 sementara di wilayah Arktik sebesar 9.8337 m/s2.

"Munculnya Nevado sebagai wilayah dengan percepatan gravitasi terendah cukup mengagetkan karena gunung ini terletak 1.000 kilometer di selatan garis khatulistiwa," kata Hirt seperti dikutip dari New Scientist, Senin (19/8/2013).

"Jarak suatu wilayah dengan garis khatulistiwa lebih berpengaruh pada kenaikan percepatan gravitasi daripada ketinggian gunung dan anomali lokal," imbuhnya.

Jika seseorang menjatuhkan benda secara bersamaan dari ketinggian 100 meter dari Nevado dan Samudera Arktik, maka benda yang jatuh di Samudera Arktik akan mencapai permukaan Bumi 16 milidetik lebih dulu daripada yang ada di Nevado.

Perbedaan ini juga akan berpengaruh pada berat seseorang. Seseorang yang berada di Arktik akan memiliki berat satu persen lebih besar daripada jika ia berada di Nevado. Namun, gaya gravitasi ini hanya berpengaruh pada berat, sedangkan massa yang dimilikinya tetap.

Pengukuran yang lebih akurat mengenai medan gravitasi di Bumi sangatlah diperlukan dalam proses pembangunan di Bumi. Pembuatan lorong, waduk, hingga bangunan-bangunan tinggi membutuhkan data gravitasi lokal untuk memandu mengukur ketinggian yang mungkin diaplikasikan pada bangunan tersebut. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

\"Board Game\" Serupa Catur Diduga Dimainkan sejak Zaman Perunggu


KOMPAS.com — Berbagai permainan yang menggunakan papan dan pion, seperti catur, ular tangga, dan monopoli, sudah sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat di masa sekarang. Namun, benarkah permainan sejenis juga telah dikenal oleh masyarakat dari zaman perunggu?

Haluk Saglamtimur dari Ege University di Izmir, Turki, dan rekannya menemukan 49 pion dalam penggalian yang dilakukan pada situs Basur Hoyuk, sebuah situs yang terletak di sebelah tenggara Turki.

Pion-pion ini diduga merupakan perangkat yang digunakan untuk sebuah permainan menggunakan papan. Jika dugaan mereka benar, maka pion ini merupakan penemuan tertua dari permainan sejenis yang pernah ada.

Pion yang ditemukan terbuat dari batu. Semuanya ditemukan secara bersamaan dalam satu kelompok. Beberapa pion diukir menyerupai babi dan anjing, sedangkan sebagian lainnya memiliki bentuk yang lebih sederhana serupa piramida dan bentuk peluru.

Saglamtimur memaparkan temuannya dalam pertemuan tahunan International Symposium of Excavations, Surveys and Archaeometry yang diadakan di Mugla, Turki. Saglamtimur berpendapat bahwa pion-pion tersebut merupakan bagian dari sebuah permainan sejenis catur. Ia dan timnya kini tengah mempelajari strategi yang digunakan dalam permainan tersebut.

Penemuan ini menarik, tetapi Ulrich Schadler, Direktur Swiss Museum of Games di La Tour-de-Peilz, meragukan kesimpulan Saglamtimur. "Apakah benda-benda itu akan digunakan dalam satu buah permainan? Saya akan menjawab tidak."

Schadler menambahkan bahwa para peneliti tidak pernah menemukan jejak atas keberadaan permainan papan yang menggunakan lebih dari dua benda berbeda sebelum catur. Sementara permainan catur sendiri baru mulai dimainkan pada 1.500 tahun yang lalu.

"Kita tidak mengetahui banyak hal mengenai permainan papan pada era perunggu," ujarnya seperti dikutip New Scientist, Jumat (16/8/2013).

Beberapa perangkat permainan masa perunggu pernah ditemukan sebelumnya, di antaranya permainan Sener berusia 5.500 tahun dari Mesir dan permainan bernama Royal Game of Ur yang pernah dimainkan di Mesopotamia sekitar 4.500 tahun yang lalu. Keduanya memiliki cara permainan yang relatif sederhana, yaitu para pemain hanya perlu mengelilingi papan dan mencapai suatu titik secepat mungkin.

Schadler berpendapat bahwa pion-pion yang ditemukan Saglatimur mungkin memiliki cara permainan yang mirip dengan permainan yang pernah ditemukan sebelumnya. "Pion berbentuk piramida menyerupai dadu yang digunakan pada Royal Game of Ur," katanya. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Fenomena Gerhana Bulan di Mars Diabadikan


KOMPAS.com — Satu tahun berada di Mars, Curiosity kembali menyuguhkan pemandangan berharga. Kali ini, wahana berbiaya 2 miliar dollar AS itu menyuguhkan pemandangan gerhana Bulan di Mars.

Mars memiliki dua buah satelit, atau bisa juga disebut bulan, yang mengorbitnya. Satelit yang besar bernama Phobos dan yang kecil bernama Deimos.

Gerhana bulan di Mars yang dipotret istimewa karena bukan terjadi karena bulan ditutupi bayangan planet seperti di Bumi. Gerhana ini terjadi karena bulan satu menutupi bulan lain, Phobos menutupi Deimos.

Diberitakan Daily Mail, Senin (19/8/2013), Curiosity berhasil mengabadikan momen ketika Phobos melintas di depan Deimos dalam 41 foto dan video berdurasi 30 detik.

Foto dan video gerhana yang direkam pada 1 Agustus 2013 ini ditangkap oleh salah satu perangkat kamera Curiosity yang bernama Mastcam.

Bukan cuma menyuguhkan pemandangan gerhana di Mars, foto dan video juga bisa menguak lebih banyak misteri soal Phobos dan Deimos, di antaranya tentang lubang pada dua bulan itu dan orbitnya.

"Tujuan utama dari video ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai orbit sehingga kita bisa mengukur pengaruh Phobos pada pasang di permukaan padat Mars, memberikan pengetahuan tentang interior Mars," kata Mark Lemmon dari Texas A&M University.

"Kami juga mendapatkan data yang cukup untuk mendeteksi variasi massa jenis Phobos serta kemungkinan apakah orbit Deimos berubah secara sistematik," tambahnya.

Phobos diketahui bergerak secara perlahan mendekati Mars. Sebaliknya, orbit Deimos justru secara bertahap bergerak menjauhi Mars.

Phobos memiliki ukuran yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Bulan yang dimiliki Bumi. Diameter Phobos hanya 22 kilometer, atau tidak sampai satu persen dari bulan yang memiliki diameter lebih kurang 3.476 kilometer.

Meskipun ukuran Phobos jauh lebih kecil daripada Bulan, tetapi ukuran Phobos yang dilihat dari Mars akan tampak seperti setengah ukuran bulan yang terlihat dari Bumi. Hal ini disebabkan oleh jarak Phobos ke Mars yang hanya sekitar 5.955 kilometer. Lebih dekat puluhan kali lipat dari jarak Bulan ke Bumi yang mencapai 384.633 kilometer.

Dr Lemmon dan rekannya menyatakan bahwa gerhana bulan di Mars terlihat sesaat setelah Curiosity diaktifkan untuk mengirimkan data kepada NASA's Mars Reconnaissance Orbiter di Bumi. Hal ini membuat pengamatan Curiousity tidak menghabiskan banyak energi.

Sampai saat ini Curiosity sudah melengkapi data hingga lebih dari 190 gigabit. Curiosity juga telah mengirimkan 36.700 foto lengkap serta 35.000 foto thumbnail. Selain itu, Curiosity juga telah menembakkan 75.000 laser untuk menyelidiki komposisi suatu obyek dan mengumpulkan serta menganalisis sampel material dari dua batuan.

Selama satu tahun di Mars, Curiosity telah berjalan lebih dari satu kilometer. Ia sempat menghabiskan waktu sekitar enam bulan untuk menganalisis batuan di wilayah Gale Crater, yakni sebuah lokasi yang diyakini memiliki berbagai elemen pendukung kehidupan mikroba.

Kini Curiosiy telah bergerak sejauh 700 meter dari tempat tersebut untuk melanjutkan perjalanan panjang menuju Gunung Sharp. Di tempat ini, Curiosity akan menganalisis lapisan terendah dari gunung yang menjulang setinggi 5,6 kilometer di tengah Gale Crater.

Analisis pada lapisan batuan Gunung Sharp diyakini mampu membantu para peneliti mengungkap perubahan lingkungan yang terjadi di Mars dari waktu ke waktu. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.18 | 0 komentar | Read More

Mamalia Jenis Baru Punya Wajah Mirip Teddy Bear

Written By Unknown on Selasa, 20 Agustus 2013 | 09.19


KOMPAS.com — Peneliti dari Smithsonian Institute berhasil menemukan jenis mamalia baru yang disebut olingoito (Bassaricyon neblina). Spesies baru ini merupakan spesies terkecil dari keluarga hewan yang mencakup rakun. Olingoito punya wajah mengagumkan mirip Teddy Bear.

Menurut BBC, Jumat (16/8/2013), penemuan mamalia besar pada abad 21 ini termasuk langka. Olingoito merupakan karnivora pertama yang berhasil diidentifikasi di belahan bumi barat dalam 35 tahun terakhir. Mamalia karnivora terakhir yang ditemukan di belahan bumi barat adalah musang Kolombia.

Meski baru saja dinyatakan sebagai spesies baru, seekor olingoito bernama Ringerl sebenarnya pernah tinggal di kebun binatang di Amerika Serikat. Namun, olingoito tersebut dikira olingo, kerabat dekat olingoito.

Ringerl berulang kali dipindahkan dari kebun binatang satu ke yang lain, mulai dari Louisville, Washington, hingga New York, antara tahun 1967 hingga 1976. Ringerl berusaha dikawinkan denga olingo lain, tetapi selalu gagal.

"Terungkap bahwa itu bukan karena Ringerl rewel. Dia bukan spesies yang tepat," ujar Kristofer Helgen, kurator mamalia di Smithsonian Institute yang terlibat studi seperti dikutip oleh CBS News, Jumat.

Olingoito sangat mirip dengan kerabat dekatnya, olingo. Perbedaannya, olingoito memiliki ukuran tubuh dan telinga yang lebih kecil, ekor yang lebih pendek, wajah bulat, serta bulu tebal yang lebih gelap daripada olingo.

"Olingoito tampak seperti bola berbulu. Pencampuran antara teddy bear dan kucing rumahan," ujar Helgen.

Olingoito, ditemukan di hutan pegunungan Ekuador dan Columbia. Penemuan binatang yang memiliki ukuran seperti rakun ini terjadi setelah para peneliti dari Smithsonian melakukan pelacakan selama satu dekade. Penemuan ini dipublikasikan di jurnal ZooKey.

Helgen pertama kali menyadari perbedaan olingoito dan olingo ketika ia memperhatikan bulu dan kerangka yang terdapat di museum. Ia kemudian membentuk tim dan memimpinnya untuk melakukan pencarian di Amerika Selatan pada tahun 2006.

"Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukannya pada malam pertama. Mereka seakan telah menunggu kedatangan kami," ujar Roland Kays, penulis pendamping yang berasal dari North Carolina Museum of Natural Sciences.

Meskipun olingoito dikatakan karnivora, makanan utamanya sebenarnya adalah buah. Helgen menyatakan bahwa terdapat ribuan olingoito di hutan tempat spesies ini ditemukan. Sayangnya, mamalia ini hidup di pohon dan akan aktif di malam hari sehingga sulit untuk dilihat.

Selama ini penemuan spesies-spesies baru didominasi oleh binatang kecil dan sebagian besar bukan merupakan mamalia. Penemuan olingoito kali ini sangat signifikan.

"Banyak orang yang meyakini jika tidak akan ada lagi spesies baru yang akan ditemukan, terutama binatang-binatang yang relatif besar," ujar Darin Croft, profesor anatomi dari Case Western Western Reserve University. "Temuan ini menunjukkan bahwa dugaan mereka salah," tambahnya. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More

Mengapa Manusia Melihat Cahaya Terang Saat Mendekati Kematian?


KOMPAS.com
 — Orang yang mengalami mati suri atau mendekati kematian sering kali melaporkan bahwa dirinya melihat cahaya terang. Ilmuwan terus bertanya-tanya mengapa hal itu terjadi. Benarkah cahaya terang itu terkait hal-hal di luar nalar?

Dalam studi terbaru, seperti diberitakan BBC, Selasa (13/8/2013), ilmuwan mengungkapkan bahwa cahaya terang yang dilihat saat mendekati kematian mungkin saja dipicu oleh lonjakan aktivitas elektrik pada zona otak yang bertanggung jawab untuk penglihatan.

"Banyak orang mengira otak tidak aktif atau ada dalam aktivitas rendah (hipoaktif) setelah seseorang dinyatakan meninggal secara medis. Kami menunjukkan jika bukan hal tersebut yang terjadi," ujar Dr Jimo Borjigin dari University of Michigan yang menjadi penulis utama studi ini.

"Justru, maka otak menjadi lebih aktif saat menjelang kematian daripada ketika seseorang masih hidup," tambah Borjigin  yang memublikasikan hasil penelitiannya di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Borjigin dan rekannya memonitor aktivitas otak sembilan ekor tikus yang sekarat. Tiga puluh detik setelah jantung berhenti berdetak, gelombang otak frekuensi tinggi yang disebut osilasi gamma ternyata melonjak.

Gelombang tersebut adalah salah satu dari fitur saraf yang diduga mendukung dengan kesadaran pada manusia, terutama saat berperan menggabungkan informasi dari bagian otak yang berbeda. Pada tikus, aktivitas otak ini justru lebih tinggi sesaat setelah jantung berhenti daripada saat sadar.

Menurut Borjigin, hal yang sama mungkin juga terjadi pada manusia. Peningkatan aktivitas otak dan kesadaran bisa memicu penglihatan-penglihatan saat menjelang kematian atau ketika mengalami mati suri.

"Ini dapat memberikan kerangka untuk membantu menjelaskan (pengalaman melihat cahaya saat mendekati kematian). Fakta bahwa seseorang melihat cahaya sebelum meninggal mengindikasikan bahwa korteks visual dalam otak memiliki aktivitas yang tinggi," kata Borjigin.

Menanggapi hasil riset ini, Jason Braithwaite dari University of Birmingham berpendapat bahwa fenomena ini semacam "perayaan terakhir" yang dilakukan oleh otak. Temuan ini mendemonstrasikan pendapat yang diyakini sejak lama, yakni dalam kondisi tak biasa, aktivitas otak bisa melonjak.

Dr Chris Chambers dari Cardiff University menyatakan, masih sangat sedikit yang diketahui tentang kematian pada manusia. Temuan menarik ini dapat membuka pintu untuk studi lebih jauh pada manusia sendiri.

"Namun kita juga harus sangat berhati-hati sebelum menarik kesimpulan tentang pengalaman mendekati kematian pada manusia. Perlu dilakukan pengukuran aktivitas otak pada tikus selama proses jantungnya berhenti berdetak untuk mengetahui hubungan dengan pengalaman pada manusia," tambahnya. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


09.19 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger